PM Lesotho Mengundurkan Diri karena Dugaan Pembunuhan Istri
JAKARTA - Perdana Menteri (PM) Lesotho Thomas Thabane mengundurkan diri dari jabatannya. Hal tersebut ia lakukan setelah berbulan-bulan mendapat tekanan atas dugaan keterlibatannya dalam pembunuhan istri pertamanya pada 2017.
Dilansir CNN, Rabu, 20 Mei, dalam pidato yang disiarkan di televisi, PM Thabane mengatakan waktu baginya untuk pensiun dari kantor publik telah tiba. Pengunduran diri resmi itu juga dilakukan setelah Thabane yang berusia 80 tahun berulang kali mengatakan bahwa ia akan pensiun.
"Saya memohon kepada seluruh bangsa dan kepemimpinan untuk memberikan penerus terbaik saya dukungan. Dan dari saya, saya ingin meyakinkan dia tentang dukungan saya dengan materi waktu," tambahnya.
Posisi Thabane akan digantikan oleh Menteri Keuangan Lesotho, Moeketsi Majoro, yang akan segera dilantik. Di antara tugas-tugas langsungnya sebagai perdana menteri adalah mengeluarkan anggaran dan menghidupkan kembali ekonomi.
Meskipun hanya mengonfirmasi satu kasus COVID-19, Lesotho telah mengalami keterpurukan ekonomi besar karena perlambatan global yang disebabkan oleh pandemi. Selain itu, Thabane menyalahkan pengunduran dirinya pada politisi saingan yang mencari keuntungan politik. Namun di sisi lain, ia juga terus mengklaim bahwa pengunduran dirinya dilakukan secara sukarela.
Baca juga:
Istri Thabane terdahulu, Lipolelo, ditembak oleh orang-orang bersenjata tak lama sebelum pelantikan Thabane sebagai PM negara kecil di Afrika itu. Pasangan itu hendak berpisah dan telah mengatur perceraian sebelum kematian Lipolelo.
Istrinya saat ini, Maesaiah Thabane, telah didakwa dalam pembunuhan dan telah diberi jaminan. Polisi negara itu juga berusaha mendakwa Thomas Thabane atas pembunuhan Lipolelo. Tetapi pengacara Thabane berpendapat bahwa ia harus diberikan kekebalan terhadap penuntutan.
Baik PM Lesotho dan istrinya belum berbicara secara terbuka tentang tuduhan itu. Tetapi, selama berbulan-bulan, keadaan pemerintahan Lesotho telah dikacaukan oleh skandal itu. Bahkan, seminggu sebelum pengunduran Thabane secara resmi, pemerintah koalisinya hancur berantakan, dalam suatu langkah yang dapat membantu mengakhiri krisis politik yang telah lama berjalan di negara itu.
"Ketika saya membuat pengumuman sukarela pada Januari tahun ini untuk pensiun dari pemerintahan pada atau sebelum 31 Juli, saya melakukannya dengan sepenuh hati karena keyakinan penuh saya bahwa untuk segalanya, ada musim; ada waktu untuk dilahirkan dan waktu waktu untuk mati, ada waktu untuk menanam dan ada waktu untuk mengambil apa yang ditanam," tukas Thabane.