Bagikan:

JAKARTA - Dunia perpolitikan Meksiko sempat memanas saat Luis Donaldo Colosio Murrieta, salah satu calon presiden dibunuh saat melakukan kampanye. Kandidat presiden dari Institutional Revolutionary Party yang berkuasa saat itu dibunuh di Tijuana, Baja California.

Mario Aburto Martínez, pelaku pembunuhan telah dihukum 42 tahun penjara. Meski begitu, banyak masyarakat Meksiko yakin ia bukan pelaku utama, melainkan hanya eksekutor lapangan yang dikendalikan oleh seorang dalang. Hingga kini, sosok dalang di balik pembunuhan Colosio masih misteri.

Pada 23 Maret 1994, Colosio tiba di Tijuana dalam rangka kampanye pemilihan presiden. Saat itu peta politik berpihak padanya. Dapat dipastikan, Colosio memenangi pemilihan umum tersebut. 

Colosio saat itu tiba di lokasi kampanye, tepatnya di lingkungan kumuh di Lomas Taurinas, Tijuana, tanpa pengamanan yang ketat. Hal tersebut biasa dilakukan Colosio.

Sesampainya di lokasi kampanye, ia menyapa dan berbincang dengan penduduk setempat. Satu jam kemudian, tiba-tiba meletus dua tembakan ke arah Colosio. Tembakan pertama menembus kepala. Tembakan kedua menerjang perut Colosio.

Colosio lantas dilarikan ke Rumah Sakit Tijuana. Pertolongan medis sayangnya tak dapat menyelamatkan nyawa Colosio. Ia mengembuskan napas terakhirnya di usia 44 tahun. 

Seorang saksi mata, Lomas Taurinas, menceritakan peristiwa yang terjadi di hadapannya. Ia menyaksikan calon presiden yang ia dukung itu tersungkur saat sedang kampanye.

Sama seperti penduduk Meksiko pada umumnya, Turinas meyakini pembunuhan Colosio merupakan konspirasi. "Pasti ini adalah sebuah konspirasi," ujar Taurinas, ditulis San Diego Tribune.

Perempuan itu juga masih ingat betul situasi kala peristiwa. Saat tembakan meletus di udara, ratusan pendukung yang menyaksikan kampanye Colosio lari berhamburan mencari tempat menyelelamatkan diri.

BACA JUGA:


Peluru dua arah

Ketika itu, dari arah kerumunan, seorang lelaki bernama Mario Aburto Martínez diamankan massa karena suara tembakan terdengar yang disebut-sebut berasal darinya. Pemuda yang saat itu berusia 24 tahun segera dibekuk. Di hadapan pengadilan ia mengaku menembak Colosio atas keinginan sendiri. 

Setelah melalui penyidikan dan penyelidikan panjang, pihak berwenang menyatakan Aburto adalah pelaku tunggal pembunuhan Colosio. Namun, banyak orang tidak percaya.

Mereka berpendapat ada orang lain yang turut dalam skenario pembunuhan Colosio. Aburto tak sendiri. Bukan tanpa alasan. Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa dua peluru yang menembus tubuh Colosio datang dari arah berlawanan.

Miguel Montes, salah satu jaksa penuntut yang menangani kasus pembunuhan ini juga menyatakan demikian. Peluru datang dari arah berbeda, sebut dia. Artinya ada pelaku lain yang turut andil menghabisi nyawa Colosio.

Anggapan itu mulai ditepis pihak berwenang. Mereka menyatakan pelaku menderita sakit jiwa, sebuah alasan yang bagi mereka paling maasuk akal kenapa seseorang nekat membunuh kandidat presiden di tengah kampanye.Lagipula, menurut otoritas, Aburto bersikeras membunuh Colosio atas inisiatifnya sendiri.

Teori-teori lain muncul. Beberapa orang beranggapan kematian Colosio erat kaitannya dengan kartel narkoba sebagai otak di balik pembunuhan. Dikutip dari buku Down by the River: Drugs, Money, Murder, and Family karya Charles Bowden, salah satu petinggi kepolisian Meksiko yang kerap berususan dengan kartel narkoba, Guillermo González Calderoni menyatakan, pembunuhan kadidat presiden ini berkaitan dengan Arrellano Félix Cartel.

Bahkan ia menyebut kartel itu bertanggung jawab atas pembunuhan Colosio. Alasannya, Aburto diduga memiliki hubungan dengan organisasi perdagangan narkoba itu. Namun, lagi-lagi pandangan itu ditepis pihak berwenang. Menurut mereka, tak cukup bukti yang mendukung kebenaran teori tersebut.

Mural ilustrasi pembunuhan Colosio (Sumber: Wikimedia Commons)

Lainnya, muncul juga teori dan dugaaan bahwa terbunuhnya Colosio melibatkan internal Institutional Revolutionary Party. Memang, saat itu Colosio kerap mengkritik partainya sendiri.

Seperti pada 6 Maret 1994. Saat berpidato di Monumen Revolusi Meksiko, Colosio mengatakan korupsi dan impunitas telah menggerogoti Institutional Revolutionary Party yang saat itu sedang berkuasa. 

“Saya melihat Meksiko yang lapar dan haus akan keadilan. Menderita karena penyalahgunaan wewenang atau oleh kesombongan pemerintah," ujar Colosio. 

Pidato yang menyindir pemerintah itu dianggap sebagai momen perpecahan dirinya dengan Presiden Carlos Salinas de Gortari yang mempimpin kala itu. Carlos diketahui juga petinggi Institutional Revolutionary Party.

17 hari setelah pidato kontroversial itu, Colosio dibunuh. Jarak waktu yang sangat dekat ini menimbulkan kecurigaan bahwa justru internal partai sendiri yang menghabisi kandidat presiden itu. 

Pasca-terbunuhnya Colosio, maka Ernesto Zedillo, manajer kampanye Colosio, terpilih sebagai kandidat presiden dari Internasional Revolutionary Party yang baru. Ia kemudian memenangi pemilihan umum dan menjabat sebagai presiden hingga tahun 2000.

Hingga kini kematian Colosio masih diselimuti beragam spekulasi dan misteri, khususnya terkait motif dan siapa dalang pembunuhan sebenarnya. Mayoritas rakyat Meksiko tidak memercayai bahwa Aburto, seorang yang dikatakan pihak berwajib memiliki kelainan itu membunuh atas dasar kemauannya sendiri.