Mahfud Bilang Ratas Disadap, BSSN Diminta Bikin Aplikasi Video Conference

JAKARTA - Harusnya Badan Sandi dan Siber Negara (BSSN) tidak sekedar megeluarkan rekomendasi penggunaan platform video-conference yang aman untuk para pejabat dalam melaksanakan rapat virtual.

Lembaga ini, harus mulai membuat platform sendiri sebagai solusi jangka panjang. Apalagi makin seringnya pemerintah melaksanakan rapat secara virtual di tengah pandemi COVID-19.

Adapun Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menduga rapat terbatas (Ratas) antara para menteri kabinet dan Presiden Jokowi disadap.

Dugaan ini muncul karena sejumlah wacana yang masih digodok oleh pemerintah kerap bocor di tengah masyarakat dan menimbulkan polemik.

"Solusi jangkah menengah dan panjang adalah memproduksi aplikasi sendiri. Sehingga, kontrol dan keamanan selalu kita sendiri yang melakukan cek dan perbaikan. Kita bisa, kita punya banyak engineer IT yang hebat dan BSNN bisa memproduksi itu bersama profesional," kata pakar keamanan siber, Pratama Persadha kepada VOI, Selasa, 19 Mei.

Kalaupun belum bisa menciptakan aplikasi sendiri, kata dia, rapat kabinet harusnya dipastikan menggunakan aplikasi yang lebih terjamin enkripsinya.

Sebab, penyadapan ini sangat mungkin terjadi ketika dalam rapat virtual, kabinet justru menggunakan aplikasi yang tidak aman seperti Zoom.

Namun dia menilai, bocornya rapat kabinet ini sebenarnya bisa saja terjadi karena sebab lain. Misalnya, ada yang memang sengaja membocorkannya kepada jaringan mereka dengan motif apapun atau tidak sengaja bocor karena awalnya hanya sebatas bahan obrolan saja.

"Ini bisa (dilakukan) siapa saja. Bisa pejabatnya, bisa juga orang-orang yang membantu terlaksananya rapat tersebut. Karena rapatnya online, jadi tidak sepenuhnya steril seperti rapat di istana," ungkapnya.

"Ada orang-orang yang biasanya tidak ada di istana, kini ada di lokasi rapat setiap peserta ratas online seperti asisten rumah tangga, asisten pribadi, dan lainnya," imbuh Pratama.

Kalaupun terjadi penyadapan, dia tak yakin jika yang disadap adalah jaringan yang digunakan presiden di Istana Negara. Meski tak mustahil, namun, agaknya lebih sulit bagi pihak ketiga melakukan itu.

Penyadapan, kata dia, sangat mungkin terjadi di rumah para menteri yang ikut ratas apalagi jika mereka tinggal di rumah pribadi.

Mencuri dengar pembicaraan ini, menurut Pratama, bisa dilakukan dengan berbagai cara. Termasuk menempatkan alat penyadap jarak jauh maupun sengaja meletakkan alat tersebut di lokasi peserta ratas.

"Karena itu pastikan jaringan dan komputer benar-benar aman. Kini yang harus diamankan tidak hanya istana namun semua rumah para peserta rapat, yaitu anggota kabinet. Harus ada lokasi khusus di rumah yang bebas penyadapan dan menggunakan jaringan serta komputer yang aman," jelasnya.

Selain itu, harus dipastikan aplikasi yang sekarang digunakan saat rapat kabinet benar-benar aman. Caranya, dengan mengetahui benar mekanisme sistemnya. "Apakah memakai server sendiri dan teknologi sendiri atau informasi dan komunikasinya dilempar ke server pihak ketiga seperti Zoom," kata dia.

Harus ada protokol atur asisten pejabat saat ratas virtual

Pengamat intelejen, Stanislaus Riyanta mengatakan penyadapan terhadap alat komunikasi para pejabat negara memang bisa saja terjadi. Maka dia menilai, harus ada proteksi terhadap alat komunikasi pejabat negara untuk menghindari kebocoran informasi.

Apalagi, kasus semacam ini pernah terjadi sebelumnya dan melibatkan seorang pejabat publik di Indonesia dengan pejabat dari negara lain. Sehingga, kewaspadaan harus ditingkatkan saat membahas isu penting dan strategis dalam rapat terbatas.

Selain itu, dia menilai, pihak protokol Istana Kepresidenan harusnya membuat standar prosedur operasional (SOP) mengenai asisten pribadi para menteri yang berada di dalam ruangan tempat menteri melaksanakan ratas bersama presiden.

Meski kecil kemungkinannya mereka membocorkan isi rapat karena sebelum menjalankan tugasnya mereka discreening terlebih dahulu namun pencegahan tetap harus dilakukan.

"Lebih baik dibuat SOP untuk memastikan bahwa semua peserta rapat yang terkait isu-isu krusial harus steril," tegas Stanislaus.

Jika penyadapan kembali terjadi, dia menilai sumber penyebaran harus ditindak tegas. Stanislaus juga menilai, Istana Presien harus mengikuti rekomendasi dari BSSN mengingat lembaga tersebut bertanggungjawab atas bidang siber dan sandi negara.

"Tentu saja perlu usaha yang keras karena ancaman penyadapan akan terus terjadi dan penyadap akan terus mencari celah," pungkasnya.