Pengembangan Kasus Zumi Zola, 4 Eks Anggota DPRD Jambi Ditetapkan KPK Jadi Tersangka
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan empat eks anggota DPRD Jambi sebagai tersangka terkait pengesahan RAPBD Provinsi Jambi. Penetapan tersangka ini merupakan pengembangan kasus suap dan gratifikasi yang menjerat mantan Gubernur Jambi Zumi Zola dan anggota DPRD lainnya.
"Mencermati fakta-fakta persidangan serta didukung bukti permulaan yang cukup sehingga KPK menaikkan ke penyelidikan dan kemudian pada 26 Oktober 2020 ditingkat ke penyidikan," kata Plh Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Setyo Budiyanto dalam konferensi pers yang ditayangkan di YouTube KPK RI, Kamis, 17 Juni.
Empat eks anggota DPRD Provinsi Jambi periode 2014-2019 yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Fahrurrozi (FR), Arrakhmat Eka Putra (AEP), Wiwid Iswhara (WI), dan Zainul Arfan (ZA). Mereka ditahan di rumah tahanan yang berbeda yaitu Rutan KPK Kavling C1 dan Rutan KPK Gedung Merah Putih.
"Sebelumnya akan dilakukan isolasi mandiri selama 14 hari di Rutan KPK Kavling C1 sebagai pemenuhan protokol kesehatan pencegahan dan penyebaran COVID-19 di lingkungan Rutan KPK," jelas Setyo.
Perkara bermula saat para unsur pimpinan DPRD Jambi diduga meminta uang ketok palu. Mereka melakukan pertemuan untuk membicarakan hal tersebut dan meminta jatah proyek dan/atau menerima uang dalam kisaran Rp100 juta atau Rp600juta per orang.
Para unsur Pimpinan Fraksi dan Komisi di DPRD Jambi diduga mengumpulkan anggota fraksi untuk menentukan sikap terkait dengan pengesahan RAPBD Jambi.
Mereka menerima uang untuk jatah fraksi sekitar dalam kisaran Rp400 juta hingga Rp700juta untuk setiap fraksi dan/atau menerima uang untuk perorangan dalam kisaran Rp100 juta, Rp140juta atau Rp200 juta
Baca juga:
Sedangkan keempat tersangka yang duduk di Komisi III DPRD Jambi ini diduga menerima jumlah yang bervariatif. Setyo mengungkapkan, tersangka FR menerima Rp375 juta; AEP menerima Rp275 juta; WI menerima Rp275 juta dan ZA menerima Rp375 juta.
Setyo mengatakan korupsi dalam sektor politik semacam ini banyak ditangani KPK dan hal ini menjadi buruk.
"Ini tentu saja merupakan sisi yang buruk bagi demokrasi yang sedang kita jalankan. Semestinya kepercayaan rakyat yang diberikan pada para wakilnya di DPR atau pun DPRD tidak disalahgunakan untuk mencari keuntungan pribadi," pungkasnya.