Dampak Restrukturisasi Kredit, Bank BUMN Butuh Likuiditas Rp156 Triliun
JAKARTA - Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) atau bank BUMN memproyeksi kebutuhan likuiditas total sekitar Rp156 triliun sebagai akibat restrukturisasi kredit kepada debitur terdampak COVID-19 selama enam bulan untuk penundaan angsuran pokok dan subsidi bunga.
"Akibat penundaan pembayaran pokok, perbankan mengalami tekanan likuiditas," kata Ketua Himbara Sunarso dalam diskusi daring Menjaga Industri Perbankan di tengah Pandemi COVID-19 di Jakarta, Jumat.
Direktur Utama BRI itu merinci untuk penundaan angsuran pokok selama enam bulan proyeksi kebutuhan likuiditas mencapai Rp144 triliun dan subsidi bunga mencapai Rp12,1 triliun.
Dari jumlah itu, lanjut dia, BRI untuk penundaan pokok mencapai Rp91 triliun dan subsidi bunga mencapai Rp5,8 triliun.
"Nasabah boleh tunda pembayaran pokok tapi bank tidak boleh menunda pembayaran deposito jatuh tempo kepada deposan," imbuhnya.
Mengingat besarnya kebutuhan likuiditas itu, khusus BRI sudah mencari cara untuk mendapatkan kucuran dana.
BRI, lanjut dia, akan mendapat kucuran pinjaman sebesar 1 miliar dolar AS dari 13 bank asing untuk menjaga likuiditas dari tekanan akibat dampak pandemi COVID-19.
"Ternyata dalam situasi sekarang, Indonesia khususnya BRI dipercaya oleh internasional, buktinya mereka dengan mudah memberikan pinjaman ke kita," katanya.
Besaran bunga dari pinjaman itu diklaim murah yakni rata-rata di bawah 2 persen. Dia menjelaskan kucuran pinjaman itu akan masuk pada Juni 2020 sehingga akan memperkuat cadangan devisa dan selanjutnya akan ditukarkan dalam bentuk rupiah.