La Nyalla: PPN Sembako dan Jasa Pendidikan Bertentangan dengan Rasa Keadilan
JAKARTA - Ketua DPD La Nyalla Mahmud Mattalitti menilai draf Revisi Undang-Undang UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang mengatur pajak jasa pendidikan hingga sembako bertentangan dengan rasa keadilan.
Pasalnya di sisi lain, pemerintah juga memberikan insentif pajak properti untuk pembelian rumah siap huni (ready stock) dan sejumlah intensif pajak lainnya. Termasuk wacana pengampunan pajak atau tax amnesty.
"Jika pajak untuk sekolah, jasa kesehatan, dan sembako diberlakukan di saat pemerintah memberi banyak kemudahan bagi kalangan atas, hal tersebut akan bertentangan dengan rasa keadilan," ujar La Nyalla, Jumat, 11 Juni.
Menurutnya, pemerintah harus memperhatikan pandangan para ahli ekonomi yang menyatakan wacana tersebut akan membuat ketimpangan si kaya dan si miskin semakin lebih lebar.
Terlebih, kata La Nyalla, UU KUP masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021 prioritas DPR.
Karenanya, dia mengingatkan agar rencana pemberian pajak terhadap sejumlah sektor yang bersinggungan dengan kepentingan masyarakat kecil harus ditinjau ulang.
"Aturan pemberian pajak untuk sektor pendidikan dan bahan pangan pokok sebaiknya ditinjau ulang. Saya kira kebijakan tersebut tidak tepat karena akan membebankan masyarakat kecil," kata senator asal Jawa Timur itu.
La Nyalla meminta DPR dan pemerintah agar tidak menambah beban masyarakat dengan rencana pemungutan pajak pada sektor-sektor vital. Apalagi pandemi COVID-19 masih sangat berdampak terhadap kelompok masyarakat bawah.
Baca juga:
- Amnesty International Beberkan Kondisi Kamp Xinjiang, Ada Kursi Macan hingga Larangan Tidur
- Ternyata Ada 19 Orang Napi LP Perempuan Kerobokan Minum Disinfektan, Mereka Sesak hingga Penglihatan Buram
- Dukung Jokowi Berantas Pungli di Tanjung Priok, Wagub DKI: Tidak Dibenarkan di Mana pun
- Gelar Profesor Kehormatan Megawati Ada Kaitan dengan Prabowo, Gerindra: Sah Saja
Khusus untuk pajak jasa pendidikan, La Nyalla khawatir akan berdampak domino terhadap biaya sekolah. Padahal, kata dia, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan 011 Tahun 2014, kriteria jasa Pendidikan yang tidak dikenai pajak pertambahan nilai adalah PAUD, SD, SMP, SMA/SMK hingga bimbingan belajar (Bimbel).
"Ini kan tidak elok dilakukan. Jika diimplementasikan, rasa-rasanya justru akan menjerat rakyat. Padahal anak-anak yang bersekolah swasta, tidak semuanya dari kalangan mampu. Ada sekolah-sekolah swasta yang siswanya dari kelompok masyarakat kecil, yang tidak bisa masuk sekolah negeri," jelas La Nyalla
Sementara kebijakan pengenaan pajak sembako, menurut La Nyalla, justru akan mengganjal program pemulihan ekonomi nasional (PEN). Sebab jika daya masyarakat menurun, dampaknya juga akan dirasakan terjadap pertumbuhan ekonomi.
"Menurut saya, mengambil pajak dari sektor pendidikan, sembako, serta jasa kesehatan bukan jalan yang tepat untuk menambah penerimaan negara. Pemerintah harus memikirkan alternatif lain dan tidak membuat kebijakan yang bisa melukai rakyat," kata La Nyalla.