Anak Buah Sri Mulyani Pastikan Sembako di Pasar Tradisional Bukan Objek Pajak
Ilustrasi (Foto: Dok. Kemenkeu)

Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menjelaskan mengenai rencana kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bahan pokok atau sembako tidak akan menyasar komoditas yang dijual di pasar tradisional.

“Misalnya barang-barang kebutuhan pokok yang dijual di pasar tradisional ini tentunya tidak dikenakan PPN. Akan berbeda ketika sembako ini sifatnya premium. Barang-barang kebutuhan pokok yang dikenakan adalah kebutuhan pokok premium,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor dalam sebuah diskusi virtual pada Senin, 14 Juni.

Menurut dia, pembaharuan aturan PPN perlu dilakukan karena sistem yang berlaku saat ini dipandang kurang memadai untuk memenuhi rasa keadilan sebab mengalami distorsi, terlalu banyak pengecualian, dan fasilitas yang tidak efektif, sehingga menyulitkan peningkatan kepatuhan pajak dan optimalisasi pendapatan negara.

Selain itu, Neilmaldrin yakin jika konsep perubahan berbagai fasilitas PPN, baik dalam bentuk pembebasan PPN maupun dalam bentuk perlakuan sebagai Non-BKP (bukan Barang Kena Pajak) atau Non-JKP (bukan Jasa Kena Pajak) dilakukan untuk mengurangi distorsi.

“Penerapan multitarif dapat memberikan ruang untuk mengenakan tarif PPN lebih rendah dari tarif umum. Contohnya, barang-barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, dan jasa kesehatan, serta tarif PPN lebih tinggi dari tarif umum untuk barang-barang yang tergolong mewah,” tuturnya.

Lebih lanjut, Neilmaldrin mengungkapkan bahwa jasa pendidikan yang akan dikenakan PPN adalah yang bersifat komersial dalam batasan tertentu. Sementara, jasa pendidikan yang mengemban misi sosial, kemanusiaan, dan dinikmati oleh masyarakat banyak pada umumnya, misalnya sekolah dasar negeri, tidak akan dikenakan PPN.

"Kebijakan ini nantinya diharapkan dapat menciptakan keadilan bagi seluruh masyarakat dan kita berfokus juga kepada golongan menengah bawah yang saat ini mungkin lebih merasakan bagaimana situasi dan kondisi akibat pandemi COVID-19," jelasnya.

Neilmaldrin mengklaim APBN memiliki peran sentral dalam membantu kelompok tidak mampu, UMKM, dan menolong dunia usaha agar bisa bangkit dan pulih dari pandemi.

“Reformasi sistem perpajakan yang dilakukan pemerintah ini diharapkan mampu membangun kemandirian, kesinambungan fiskal, dan pemerataan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia pasca pemulihan ekonomi akibat pandemi COVID-19,” tutupnya.