Kabar Buruk dari Kabupaten Teangerang, Terdapat 2.520 Perkara Cerai dalam Setahun Ini Kebanyakan Masalah Ekonomi
JAKARTA - Pengadilan Agama Kabupaten Tangerang, Banten, mencatat selama kurun waktu 2020 sampai awal Juni 2021 telah menangani 2.520 perkara penceraian dari pihak istri maupun suami dengan berbagai alasan, seperti permasalahan ekonomi, nikah paksa dan tidak harmonis.
Kepala Pengadilan Agama Kabupaten Tangerang, Sodikin, mengatakan bahwa sepanjang tahun 2020 sampai awal Juni 2021 tercatat ada sekitar 2.800 perkara, baik itu perkara penceraian ataupun non-penceraian.
Dengan rincian perkara perceraian sebanyak 2.520 dan 280 perkara gugatan warisan dan lain sebagainya.
"Ada sekitar 2.800 perkara, dengan 90 persen perkara perceraian, sisanya itu perkara di luar perceraian," katanya dilansir Antara, Selasa, 8 Juni.
Setiap bulannya, lanjut dia, Pengadilan Agama Kabupaten Tangerang rata-rata menerima 450 sampai 500 pengajuan gugatan cerai. Baik itu dari pihak istri ataupun suami.
Baca juga:
- Sempat Sebut Adilla Dimitri Bukan Pria Idaman, Kini Wulan Guritno Gugat Cerai Suami
- Sarah Syazlina, Penyanyi Singapura Cari Peruntungan di Indonesia Lewat Lagu Benar Benar Lupa
- Selalu Ditanya Kapan Menikah, Naysila Mirdad Diisukan Mualaf
- Dari Rachel Vennya Kita Belajar tentang Perceraian, dari Artikel Ini Kita Belajar Menghadapinya
Sedangkan, untuk penyebab gugatan atau talak cerai tersebut cukup beragam. Namun, dikatakannya, yang paling mendominasi disebabkan oleh permasalahan ekonomi seperti suami tidak memenuhi kebutuhan rumah tangga.
Ia mengaku saat ini angka penceraian di Kabupaten Tangerang masih relatif stabil tidak ada peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
"Kalau dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya tidak ada perbedaan yang signifikan, hanya saja per bulan kami menerima aduan sekitar 450 sampai 500 perkara," ujarnya.
Ia mengungkapkan dari 2.520 gugatan yang dilayangkan ke Pengadilan Agama Kabupaten Tangerang, hampir 98 persen terkabulkan. Karena setiap gugatan cerai itu salah satu pihak baik suami atau istri tidak ada yang mau hadir di persidangan.
Ada beberapa perkara perceraian yang berlatarbelakang sebagai aparatur sipil negara (ASN), baik pihak suami maupun istri peningkatan angkanya terhitung kecil dari profesi lainnya.
"Kalau dari kelompok pengajuan gugatan cerai ini memang ada, terutama dari golongan ASN namun jumlahnya tidak banyak sekitar 0,5 persen," ungkapnya.
Menurut Sodikin, dalam penanganan perkara perceraian, melewati beberapa tahapan dan persidangan. Di antaranya ada tahapan mediasi yang dilakukan oleh majlis hakim maupun lembaga mediator dari pihak ketiga.
"Jadi bukan hanya dilakukan mediasi di luar persidangan tetapi dilakukan juga perdamaian oleh hakim juga ada mediator dari pihak ketiga," kata dia.