Pimpinan KPK Tolak Cabut SK Penonaktifan Novel Baswedan dkk yang Tak Lolos TWK
JAKARTA - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ogah mencabut Surat Keputusan (SK) Nomor 652 Tentang Hasil Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Penolakan ini disampaikan melalui surat yang diteken oleh Wakil Ketua KPK Alexander Marwata untuk menjawab keberatan 75 pegawai KPK yang dinonaktifkan.
"Berkenaan dengan hal-hal di atas kami sampaikan bahwa pimpinan KPK tidak dapat memenuhi permintaan saudara Sujanarko dkk untuk mencabut Surat Keputusan Pimpinan KPK Nomor 652 Tahun 2021 tanggal 7 Mei 2021," demikian dikutip dari surat tersebut, Kamis, 3 Juni.
Dalam surat tersebut, Alex berdalih SK Pimpinan KPK Nomor 652 adalah tindak lanjut hasil TWK yang telah disampaikan oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN) pada komisi antirasuah.
Selain itu, dia memaparkan surat keputusan tersebut dikeluarkan sesuai tugas dan kewenangan untuk merumuskan, menetapkan kebijakan dan strategi pemberantasan tindak pidana korupsi sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku dan asas-asas umum pemerintahan yang baik (good governance) agar pelaksanaan tugas dapat berjalan efektif dan efisien.
"Kebijakan Pimpinan KPK tersebut dilatarbelakangi adanya mitigasi resiko/permasalahan yang mungkin timbul dengan adanya 75 Pegawai KPK yang TMS sebagai Pegawai ASN," ungkap Alex dalam surat tersebut.
Baca juga:
Kebenaran surat ini juga sudah dikonfirmasi oleh Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Giri Suprapdiono. Dia merupakan salah satu dari 75 pegawai yang dinyatakan tak lolos TWK dan telah dinonaktifkan.
"Benar (adanya surat tersebut, red)," ungkapnya kepada wartawan.
Sedangkan Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri hingga saat ini belum berkomentar apapun terkait surat jawaban tersebut.
Diberitakan sebelumnya, sebanyak 75 pegawai KPK di antaranya penyidik senior Novel Baswedan hingga Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo dinyatakan tak lolos TWK. Dari jumlah tersebut, 51 pegawai bakal dipecat karena dianggap tak bisa dididik setelah mendapatkan ponten merah dari asesor.
Sementara, 24 di antaranya masih bisa dibina dengan pendidikan bela negara dan wawasan kebangsaan meski jika tak lolos, mereka juga bisa dipecat.
Proses pelaksanaan TWK juga mendapat sorotan karena banyak kejanggalan. Salah satunya, soal yang ditanyakan dalam sesi wawancara antara pegawai dan asesor dianggap menyentuh ranah privat.
Dalam melakukan perlawanan, puluhan pegawai ini sudah melaporkan adanya dugaan pelanggaran dalam proses TWK ke berbagai pihak. Termasuk, melaporkan dugaan pelanggaran hak asasi ke Komnas HAM dan proses pengusutan tengah berlangsung.