Polemik TWK KPK yang Harus Segera Berakhir
JAKARTA - Polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diharapkan segera berakhir. Untuk menyelesaikan masalah ini DPR RI sebagai mitra kerja akan memanggil KPK untuk mencari kejelasan akhir masalah tersebut.
Lagipula, menurut Kepala KSP Moeldoko, tes semacam TWK juga berjalan di instansi lainnya. Sehingga tidak perlu lagi diributkan.
Diketahui, dalam perkembangan terbaru, sebanyak 51 dari 75 pegawai KPK yang tak lolos asesmen TWK akan diberhentikan. Sementara 24 lainnya akan dilakukan pembinaan.
Keputusan tersebut, diambil dalam rapat yang digelar lima pimpinan KPK bersama Kementerian PAN RB, Badan Kepegawaian Negara (BKN), Selasa 25 Mei.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, 51 pegawai yang terpaksa diberhentikan karena dinilai tidak bisa mengikuti pelatihan dan pembinaan lanjutan.
"Yang 51 tentu karena sudah tidak bisa dilakukan pembinaan berdasarkan penilaian asesor tentu tidak bisa bergabung lagi dengan KPK," kata Alexander, Selasa, 25 Mei.
Alexander mengatakan, hanya ada 24 pegawai yang dinilai layak mengikuti pelatihan dan pendidikan wawasan kebangsaan.
Setelah mengikuti pelatihan lanjutan, 24 pegawai itu dapat diangkat menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Baca juga:
- KPK Justru Pecat 51 Pegawainya Saat Deputi Penindakan Kekurangan 100 Orang
- Pecat 51 Pegawai, Pimpinan KPK Terang Benderang Tak Taat Perintah Presiden Jokowi
- Anies Kembali Kedatangan Kepala Daerah di Kantornya, Kini Gubernur Sumatera Barat
- Kabar Buruk, Kenaikan Kasus COVID-19 Usai Lebaran Mulai Terlihat Pekan Ini
DPR Panggil KPK
Komisi III DPR akan memanggil KPK yang yang tak meloloskan 75 pegawai beralih status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Setelah arahan Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu, KPK justru memberhentikan 51 pegawainya lantaran tak bisa ikut pelatihan lanjutan.
Anggota Komisi III Habiburokhman mengatakan, berdasarkan UU ASN setiap pegawai yang akan diangkat menjadi pegawai negeri harus memiliki wawasan kebangsaan yang baik.
Namun menyoal apakah para pegawai KPK yang tidak lolos TWK perlu diberhentikan, Habiburokhman menilai hal tersebut perlu dibahas bersama dengan KPK.
“Isu besarnya ialah kita mendorong bagaimana ASN ini punya wawasan kebangsaan yang Clear. Tapi apakah secara teknis berbentuk TWK atau yang lain makanya kita mau dengar di forum yang resmi,” ujar Habiburokhman, Selasa, 25 Mei.
Lebih lanjut, dia menerangkan, bahwa secara umum pengangkatan ASN di lingkungan KPK secara teknis diatur lebih rinci melalui Peraturan Pemerintah dan juga Peraturan KPK yang tetap mengacu pada UU.
Karenanya, agar duduk permasalahan ini menjadi jelas maka Komisi III DPR RI akan segera melakukan rapat kerja dengan KPK terkait hasil TWK. DPR ingin mendengar langsung penjelasan dari KPK mengenai hal tersebut.
“Diagendakan di masa sidang ini kita juga ada hearing dengan KPK. Dari kesempatan tersebut kami akan mendalami benar-benar apa saja keputusannya secara detail lalu apa yang menjadi alasan masing-masing. Makanya kita perlu duduk bersama,” jelas politikus Gerindra itu.
Pada prinsipnya, sambung Habiburokhman, Komisi III DPR ingin memperkuat KPK dari segala sisi. Termasuk mengisi para pegawai setingkat ASN dengan wawasan kebangsaan yang baik.
Dia menegaskan agar setiap pihak dapat duduk bersama mencari solusi dan jalan tengah untuk tetap memperkuat KPK.
“Saya pikir, kita sudahlah jangan bikin narasi-narasi yang mempertentangkan, copot ini, copot itu. Jangan cari pertentangannya,” tandas Habiburokhman.
Sementara, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh berharap ada kebijakan yang bijaksana dan transparan terkait polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Ada kebijakan yang arif serta dilakukan secara transparan, agar tidak menimbulkan berbagai syak wasangka yang selama ini telah bergulir di masyarakat," ujar Pangeran kepada wartawan, Rabu, 26 Mei.
Pangeran memahami tes tersebut dilaksanakan oleh lembaga yang kompeten dan assessor yang terpilih dan. Pasalnya, keputusan tersebut juga harus dihormati karena merupakan hasil kesepakatan yang melahirkan kebijakan tersebut.
"Kami berharap agar polemik ini segera selesai. Agar lembaga antirasuah ini segera dapat melaksanakan pencegahan dan pemberantasan korupsi di tanah air supaya pembangunan Indonesia lebih maju lagi kedepan, didukung oleh SDM yang berkualitas dan professional," tandasnya.
TWK juga Ada di Instansi Lain
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menilai masalah Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak perlu lagi dijadikan polemik. Terlebih memperpanjang masalah dengan mengaitkan 51 pegawai yang diberhentikan.
Pasalnya, kata dia, tes semacam TWK yang sebagai bentuk penguatan kebangsaan bagi pegawai pemerintah sudah berjalan di beberapa instansi. Bukan hanya di lembaga antirasuah.
"Tidak hanya ranah KPK saja tetapi seluruh mereka yang berproses atas alih status menjadi ASN di semua lembaga. Sebenarnya sudah berlaku di semua lembaga dan termasuk juga di kalangan BUMN," ujar Moeldoko dalam keterangannya, Rabu, 26 Mei.
Menurut Moeldoko, TWK ini tidak perlu lagi diributkan. Sebab, instansi lain juga memberlakukan ketidaklulusan bagi pegawai yang tidak lolos TWK.
"Soal tidak lolos uji TWK sebenarnya tidak hanya di KPK tetapi juga di lembaga-lembaga lain pernah terjadi seperti itu kondisinya. Bahkan di BPIP juga ada ya. Begitu tes TWK, mereka ternyata tidak lolos. Kenapa itu tidak ribut? Kenapa yang di KPK begitu diributkan gitu?” katanya.
Meski begitu, mantan Panglima TNI itu menilai, perlu dipikirkan sejumlah skenario atas perbaikan terhadap yang wawasan kebangsaannya masih kurang.
"Yaitu melalui pendidikan kedinasan seperti yang diinginkan Bapak Presiden karena ini memang harus diperkuat dari waktu ke waktu," kata Moeldoko.
Dia pun menyarankan agar ke depan mekanisme tes harus disusun dengan lebih baik. Serta mengusulkan, agar melibatkan organisasi seperti NU dan Muhammadiyah.
"KSP dalam hal ini merekomendasikan untuk juga melibatkan NU dan Muhammadiyah yang telah teruji mampu merajut simbol kebangsaan dan kebhinekaan Indonesia," tandas Moeldoko.