Rizieq Shihab Tak Terima, Ahok, Gibran, Bobby Nasution, dan Jokowi Juga Buat Kerumunan

JAKARTA - Mantan Imam Besar Fron Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab tidak terima karena hanya dirinya yang menjadi tersangka dalam kasus kerumunan. Menurut dia, banyak kerumunan yang tidak dipidanakan.

Contohnya, kata Rizieq, kerumunan yang melanggar protokol kesehatan oleh sejumlah pejabat negara. Harusnya, jika membuat kerumunan dipidana, maka semua orang harus diperlakukan sama di mata hukum.

"Andai kata benar pendapat Jaksa Penuntut Umum (JPU) bahwa pelanggaran prokes adalah kejahatan prokes, maka berarti para pelanggar prokes di seluruh Indonesia, tanpa terkecuali, semuanya adalah penjahat, termasuk semua tokoh nasional, mulai dari artis hingga pejabat, termasuk menteri dan presiden," ucap Rizieq saat membacakan nota pembelaan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis, 20 Mei.

Rizieq merinci kerumunan itu antara lain adalah, acara ulang tahun yang dihadiri Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan beberapa artis. Sayangnya, kerumunan itu tidak sampai pada pidana.

"Ahok bersama Raffi Ahmad usai menghadiri pesta ulang tahun pengusaha dan pembalap, Ricardo Gelael, pada tanggal 13 Januari 2021 yang dinilainya menggelar kerumunan dan melanggar protokol kesehatan," ungkap Rizieq.

Kemudian, kerumunan Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution saat Pilkada 2020 di Solo dan Medan.

Bahkan, kerumunan Presiden Joko Widodo di Maumere dan Menteri Pariwisata RI Sandiaga Uno ikut masuk sindiran Rizieq.

 

Selain itu, Rizieq juga menyinggung pelanggaran prokes yang baru terjadi yakni kerumunan di objek wisata Ancol. Sekitar 39.000 orang hadir di sana yang bertepatan pada hari kedua Idulfitri atau 14 Mei 2021.

"(Kerumunan) akibat Putusan Pemerintah terkait pelarangan mudik namun wisata tetap dibuka," kata dia.

Adapun, Rizieq Shihab dituntut 10 bulan penjara atas perkara dugaan kerumunan dan pelanggaran protokol kesehatan (prokes) di Megamendung. Rizeq juga didenda Rp50 juta subsider 3 bulan penjara.

Rizieq dinilai telah melanggar Pasal 93 UU nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan atau Pasal 14 ayat (1) UU nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular atau Pasal 216 ayat (1) KUHP.