Viral Ibu Berhijab yang Mengumpat Saat Pembatasan Mudik, Ini Kata Psikolog Lita Gading

JAKARTA -  Seorang ibu berhijab yang mengumpat dan mengeluarkan kata-kata kasar dan tidak pantas ketika ditanya aparat yang melakukan tugas dalam pembatasan mudik lebaran 2021  di daerah perbatasan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, menjadi viral. Hal ini menarik perhatian psikolog Lita Gading. Dia melakukan ulasan dan analisanya untuk pembaca semua.

Ibu berhijab ungu dan berkacamata itu setali tiga uang dengan pria yang duduk di samping kemudi sopir. Dia juga mengekspresikan tindakan dan kata-kata kasar kepada petugas yang mencegatnya. Apakah pria itu suami dari ibu yang berhijab dan mengeluarkan kata-kata kasar itu? Entahlah. Sampai kini belum terkonfirmasi soal tersebut.

Sikap arogan dan over pede yang diekspresikan sang ibu dan juga pria yang duduk disamping kemudi sopir langsung viral dan menjadi perbincangan warganet di linimasa. Mereka menyayangkan sikap angkuh dan pengungkapan kata-kata tak pantas yang ditunjukkan oleh sang ibu. Apalagi ada anak kecil yang ada disamping ibu tersebut.

 

 

 

 

 

Lihat postingan ini di Instagram

Menurut Dr. Lita Gading M.Psi., Psikolog apa yang diekspresikan ibu tersebut adalah sikap over pede alias kepercayaan diri yang berlebihan. “Ibu itu menurut pengamatan saya dari video viral yang beredar termasuk mengalami apa yang disebut over pede / over confidence, rendahnya pengendalian diri/self control sehingga menunjukkan sikap arogan, emosi yang berlebihan, kepercayaan diri yang berlebihan,” katanya kepada VOI yang menghubunginya Minggu, 16 Mei.

Penyebab dari over pede ini apa? “Penyebabnya bisa macam-macam. Mungkin dia merasa punya backing atau kerabat yang petinggi polisi, sehingga amat percaya diri mengumpat dan mengeluarkan kata-kata kasar seperti itu  kepada petugas. Padahal tidak sepantasnya ia mengatakan kata-kata itu. Petugas tidak salah, mereka cuma melaksanakan perintah atasan,” katanya.

Apa yang dilakukan petugas bukannya tanpa tujuan. Pemerintah masih berjuang keras mencegah sebaran COVID-19 yang masih belum terkendali hingga kini. Migrasi besar-besaran seperti yang terjadi saat mudik membuat virus bisa tersebar ke kampung halaman. Inilah yang tidak dikehendaki pemerintah yang kemudian melakukan pembatasan mudik.

Mereka yang benar-benar urgent dan bertugas tentu dikecualikan dari aturan pebatasan mudik ini. Namun banyak orang yang melakukan berbagai upaya agar bisa lolos dari jerat pembatasan mudik. Mulai dari mencari jalan tikus, memanfaatkan mobil ambulans, dan cara-cara lainnya yang kadang membahayakan.

Di Riau beberapa hari lalu tiga orang pemudik harus meregang nyawa saat mereka akan mudik dan berencana berlebaran di kampung halamannya di Sumatera Barat. Karena ada pembatasan lewat jalan darat jalur sungai kemudian dipilih. Namun celaka saat itu arus sungai tak bersahabat sehingga mereka terseret arus dan ditemukan dalam keadaan sudah tak bernyawa.

Lita menyarankan kepada semua pihak untuk patuh pada aturan yang ditetapkan pemerintah.  “Saya paham kita semua sudah jenuh dengan pembatasan ini dan itu. Tidak boleh pergi ke sana dan ke mari.  Tapi ingat kita harus tahu tujuan pemerintah melakukan semua ini. Tidak lain untuk meminimalisir sebaran COVID-19. Pemerintah ingin rakyatnya sehat. Itu yang tidak difahami,” lanjutnya.

Lita Gading. (Istimewa)

Ia juga menyoroti soal penegakan hukum dalam aturan pembatasan mudik ini. Soalnya aparat terkadang masih lemah dalam penegakan hukum. “Sebelum lebaran kemaren kita saksikan beberapa titik penyegatan di daerah Bekasi bobol. Pemudik memaksakan diri menerobos pembatasan. Kalau ada pengawasan tegas lagi, tapi saat tak ada pengawasan kendor lagi,” kritiknya.

Kata kuncinya dalam pembatsan mudik menurut Lita Gading adalah konsistensi dalam penegakan hukum. “Penegakan hukum itu harus jelas, tegas dan konsisten. Hukum harus ditegakkan dan berlaku untuk semua orang tanpa kecuali. Disiplin harus selalu diterapkan dan konsisten (stabil),” katanya menyudahi perbincangan dengan VOI.