Bisnis Teh Kenya Menurun Seiring Perubahan Iklim

JAKARTA - Perubahan iklim jadi musuh baru bisnis teh di Kenya. Produksi teh menurun dan kualitasnya yang memburuk mendatangkan kerugian besar bagi para petani teh Kenya. Hal itu disebabkan karena kenaikan suhu, serbuan serangga, dan curah hujan yang tak menentu karena perubahan iklim.

Melansir CNA, Senin, 10 Mei, sebuah laporan dari badan amal Christian Aid telah menguraikan berbagai ancaman perubahan yang dihadapi Kenya, serta pengaruhnya terhadap tanaman teh hitam. Lebih lagi, dalam laporan itu pula disertai dengan kemungkinan bahaya yang dihadapi negara-negara lain jika planet bumi terus memanas. 

Dalam laporan tersebut mengatakan bahwa perubahan iklim akan memberi ancaman empat kali lipat kepada petani teh Kenya. Ancaman itu berupa kenaikan suhu, curah hujan yang tidak menentu, kekeringan, dan kemunculan serangga baru yang diperkirakan akan menghancurkan 26,2 persen dari area penanaman teh di negara itu pada tahun 2050.

"Selama beberapa generasi kami telah membudidayakan perkebunan teh kami dengan hati-hati dan kami bangga bahwa teh yang kami tanam di sini adalah yang terbaik di dunia," kata Richard Koskei, seorang petani teh dari dataran tinggi bagian barat Kenya.

"Tapi perubahan iklim merupakan ancaman nyata bagi kami. Kami tidak dapat memprediksi musim lagi, suhu meningkat, dan curah hujan lebih tidak menentu," tambahnya.

Kepala divisi Christian Aid di Afrika, Karimi Kinoti, mengatakan teh hanyalah contoh lain dampak perubahan iklim. Sebab, perubahan iklim akan berdampak kepada banyak hal. Padahal, Afrika sendiri terhitung dalam peta dunia bukan negara yang paling bertanggung jawab atas krisis iklim.

"Orang Afrika merupakan 17 persen dari populasi dunia tetapi kami hanya menghasilkan empat persen emisi gas rumah kaca yang menyebabkan krisis iklim," katanya. “Namun kitalah yang paling menderita akibat dampak perubahan iklim."