Wacana Kenaikan Pungutan PPN di Persimpangan Jalan, Mau Single Tarif atau Multi Tarif?
JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) disebut tengah membahas rencana peningkatan pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) guna menyokong Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN.
Wacana tersebut mencuat usai Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani memberikan pernyataan pada Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) pekan lalu.
“Pemerintah terus menggali potensi dan peningkatan tax ratio,” katanya.
Terpisah, Dirjen Pajak Kemenkeu Suryo Utomo mengatakan peningkatan kebutuhan dana di masa pandemi menjadi alasan utama pemerintah untuk menyesuaikan sisi pendapatan negara. Pasalnya, defisit APBN yang membengkak dalam dua tahun terakhir terjadi akibat instrumen fiskal berupaya mengurangi dampak COVID-19 terhadap berbagai sektor, utamanya kesehatan.
“Dari waktu ke waktu kebutuhan uang negara untuk banyak sektor mengalami banyak perubahan,” tuturnya, Senin, 10 Mei.
Meski demikian, Suryo mengatakan bahwa perubahan besaran PPN perlu dikonsultasikan dan disahkan bersama DPR karena berupa aturan Undang-Undang (UU). Selain itu, pemerintah juga belum menetapkan skema baku terkait dengan bentuk pungutan di lapangan.
Untuk diketahui, terdapat dua skema umum dalam penetapan PPN. Pertama single tarif yang mengacu pada UU No.46/2009 tentang PPN dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), yang memiliki rentang 5-15 persen.
Dua, adalah multi tarif PPN. Apabila skema ini ditetapkan maka diperlukan perubahan atas acuan yang selama ini digunakan, yakni UU No.46/2009 tentang PPN.
“Kita lihat hasilnya nanti apakah yang single tarif atau multi tarif,” kata Suryo.
Baca juga:
Sebagai informasi, dalam APBN 2021 pemerintah menargetkan pendapatan negara sebesar Rp1.743 triliun.
Jumlah tersebut bakal disokong oleh penerimaan pajak Rp1.229 triliun, kepabeanan dan cukai Rp215 triliun. Lalu, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp298 triliun, serta hibah Rp900 miliar.
Sementara untuk belanja dialokasikan anggaran Rp2.750 triliun. Angka tersebut membuat struktur APBN 2021 mengalami defisit sekitar Rp1.000 triliun yang dicukupi lewat sejumlah pembiayaan yang dirilis pemerintah.
Sementara untuk gambaran postur APBN 2022, direncanakan pendapatan negara tahun depan sekitar Rp1.823 triliun dengan sektor belanja sebesar Rp2.631 triliun.
Artinya bahwa defisit anggaran akan berada pada kisaran 800 triliun. Jumlah ini lebih baik dari APBN 2021 yang diyakini akan menorehkan defisit anggaran sebesar Rp1.000 triliun.