Penyediaan Vaksin Lebih Mudah Menyusul Sinopharm Masuk Daftar EUL WHO
JAKARTA - Keputusan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyetujui vaksin Sinopharm masuk daftar penggunaan darurat (Emergency Use Listing/EUL) akan mempermudah penyediaan vaksin.
Demikian disampaikan Koordinator Management Office (PMO) Komunikasi Publik Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN), Arya Sinulingga dilansir Antara.
"Dengan begitu kita berharap 'herd immunity' (kekebalan kelompok) bisa segera tercapai," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin, 10 Mei malam.
Menurut dia WHO telah memasukkan vaksin COVID-19 Sinopharm ke daftar penggunaan darurat sekaligus memberikan lampu hijau untuk vaksin ini diluncurkan secara global.
Vaksin Sinopharm merupakan produksi Beijing Bio-Institute of Biological Products Co Ltd, anak perusahaan China National Biotec Group (CNBG).
Ia menyambut baik keputusan itu. Bahkan sebelumnya, BPOM juga telah mengeluarkan izin darurat terhadap vaksin Sinopharm.
Baca juga:
- Pemuda DKI Meninggal Usai Divaksin AstraZeneca, DPR Beri Catatan: BPOM, Kemenkes Segera Bertindak
- Pemuda DKI Meninggal Usai Divaksin AstraZeneca, Anies Tunggu Keputusan Kemenkes
- Anies dkk Larang Kantor se-Jabodetabek Gelar Halal Bihalal Usai Lebaran
- Pemerintah Jabodetabek Sepakat Tutup Tempat Pemakaman untuk Ziarah Saat Libur Lebaran
Menurut dia hal ini tentu akan mempermudah penyediaan stok vaksin. Dengan begitu upaya vaksinasi bisa berlangsung dengan baik di dunia, khususnya di Indonesia.
Dia menambahkan, sejauh ini pemerintah Indonesia telah memperoleh vaksin sejumlah 75.910.500 juta dosis vaksin.
Adapun rincian dosis vaksin yaitu Sinovac sebanyak 68.500.000 dosis, AstraZeneca COVAX sebanyak 6.410.500 dosis dan Sinopharm 1 juta dosis.
"Dengan divaksinasi, tidak hanya melindungi diri sendiri, tapi juga orang sekitar kita," kata Arya Sinulingga.
Dalam situs resmi WHO menyebut, penambahan vaksin ini berpotensi mempercepat akses vaksin COVID-19 dengan cepat bagi negara-negara yang ingin melindungi petugas Kesehatan dan populasi yang berisiko.
EUL adalah prasyarat untuk pasokan vaksin Fasilitas COVAX. Ini juga memungkinkan negara untuk mempercepat persetujuan peraturan mereka sendiri untuk mengimpor dan mengelola vaksin COVID-19.
Menurut Kepala Badan POM RI, Penny K Lukito, vaksin COVID-19 produksi Sinopharm sebelumnya telah menjalani uji klinik fase 3 di Uni Emirat Arab dan beberapa negara lainnya dengan 42 ribu subjek uji.
Hasilnya, vaksin Sinopharm menunjukkan efikasi sebesar 78,02 persen dan pengukuran imunogenisitas setelah 14 hari penyuntikan dosis kedua, seropositive rate (persentase subjek yang terbentuk antibodi) netralisasi adalah 99,52 persen pada orang dewasa dan 100 persen pada lansia.
Selain itu, secara umum keamanan vaksin dapat ditoleransi dengan baik dan frekuensi kejadian masing-masing efek samping tersebut adalah 0,01 persen atau terkategori sangat jarang, serta pada usia di atas 60 tahun tidak ada laporan efek samping lokal grade 3.
Dari hasil Uji klinik tersebut, Badan POM bersama Tim Ahli dalam Komite Nasional Penilai Vaksin COVID-19, Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), dan para klinisi terkait lainnya menyimpulkan vaksin tersebut memberikan profil keamanan dan efikasi yang baik.
“Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, dan juga pertimbangan manfaat risiko, maka Badan POM telah menerbitkan persetujuan penggunaan pada masa darurat atau EUA pada 29 April 2021 dengan nomor EUA2159000143A2 untuk vaksin dengan kemasan 1 vial berisi 0,5 ml (1 dosis) vaksin,” kata Penny.
Indikasi yang disetujui adalah untuk membentuk antibodi, yang dapat memberi kekebalan melawan virus SARS CoV-2 dan mencegah COVID-19 pada orang dewasa di atas 18 tahun dengan pemberian dua dosis pada durasi 21 hingga 28 hari.