Pakar: Mudik dan Berkerumun Berpotensi Bikin 'India Kecil' di Indonesia
JAKARTA - Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Tri Yunis Miko Wahyono mengatakan mudik dan berkerumun berpotensi menyebabkan lonjakan kasus COVID-19 bagaikan India kecil di Tanah Air.
"Saya takutkan India kecil terjadi di Indonesia. Mungkin akan terjadi kekurangan fasilitas pelayanan kesehatan di provinsi tertentu, kemudian peningkatan kasus di provinsi tertentu, tidak semua di Indonesia, tidak semua provinsi, tetapi akan terjadi peningkatan," kata Yunis saat dihubungi Antara di Jakarta, Kamis.
Belajar dari lonjakan kasus COVID-19 yang signifikan di India, yang mana salah satu penyebabnya adalah acara ritual keagamaan dengan abai protokol kesehatan dan banyaknya kerumunan. Oleh karenanya, Indonesia harus menjaga agar kondisi itu tidak terjadi, terutama saat bulan Ramadhan dan Hari Raya Idulfitri mendatang.
Dalam perayaan Hari Raya Idulfitri, mudik, pulang kampung dan silaturahim ke rumah sanak saudara menjadi suatu tradisi yang melekat di Indonesia. Namun, karena kondisi pandemi COVID-19 dan untuk mencegah lonjakan kasus, mudik dan kerumunan dilarang. Masyarakat diharapkan dapat bersilaturahim secara virtual.
Untuk menghindari "India kecil" terjadi di Indonesia, menurut Yunis, pemerintah harus lebih serius lagi melakukan penanggulangan COVID-19 terutama di provinsi, kabupaten atau kota yang masih tinggi tingkat positifnya.
"Jadi, diupayakan penanggulangan COVID-19 lebih dari sekarang, pembatas sosial harus lebih ketat dari sekarang," ujar Yunis.
Baca juga:
- WNA India yang Terpapar COVID-19 B1617 Masih Dirawat di RS Sulianti Saroso Sunter
- Tentang Strain COVID-19 India dan Inggris yang Ditemukan di Banten: Bahaya, Gejala, dan Sebarannya di Indonesia
- Mudik 2021 Dilarang, 414.774 Kendaraan Tinggalkan Jabodetabek
- KPK Dalami Dugaan Penyidik Stepanus 'Bermain' di Kasus Wali Kota Cimahi
Selain itu, pembatasan sosial juga harus lebih ketat daripada sekarang. Jika memungkinkan dilakukannya penerapan pembatasan sosial dan dibuat peraturan-peraturan yang mendukung dan benar-benar ketat.
"Harusnya sekarang dilakukan titik pemeriksaan untuk yang bekerja di pasar atau di segala kerumunan, termasuk di supermarket dan harus dibuat peraturannya, kalau tidak ada peraturan masyarakat akan membandel," tuturnya.
Peraturan tersebut, seperti jumlah orang yang bisa mengunjungi pasar, misalnya 50 persen dari kapasitas pasar, sehingga warga tidak bisa seenaknya saja ke pasar. Begitu juga dengan mal atau pusat perbelanjaan, dan perkantoran.
"Jangan dibiarkan lagi pasar-pasar dan pertokoan membeludak pengunjungnya," ujar Yunis.
Yunis menuturkan agar tidak ada lagi kerumunan di pusat perbelanjaan, perlu ada peraturan tegas atau sanksi berat bagi yang melanggar. Ini perlu kerja sama penjual atau pemilik toko dan pembeli.
"Menurut saya harus ada sanksi berat, kalau tidak berat mungkin seperti di India dan akan terus begini. Dendanya harus serius, peraturannya harus serius. Konsekuensinya ekonomi mungkin turun," tuturnya.
Masyarakat, lanjutnya, juga harus serius melaksanakan penerapan dan mendukung upaya penanggulangan dan pencegahan penularan COVID-19.
Upaya tersebut dilakukan untuk kepentingan masyarakat agar tidak terjadi kasus COVID-19 seperti "India kecil" di Indonesia.