Evaluasi Sepekan Penerapan PSBB di Jakarta

JAKARTA - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dan instansi terkait sudah memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) selama sepekan guna menekan angka penyebaran virus corona atau COVID-19. Berbagai penindakan terhadap masyarakat yang bandel, diklaim mampu mengurangi mobilitas masyarakat.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, dalam penerapan PSBB, terjadi penurunan pada sisi penggunaan transportasi umum yang signifikan. 

Misalnya TransJakarta, sebelum penerapan PSBB, jumlah penggguna sebanyak 950 ribu sampai 1 juta orang per harinya. Namun, sejak diberlakukan PSBB, jumlah penggunanya menurun drastis hingga di angka 91 ribu penumpang.

"Semenjak 1 April, itu tinggal 103 ribu. Hari kemarin itu tinggal 91 ribu penumpang. Artinya sudah tinggal 9 persen dari normalnya penumpang TransJakarta," ucap Anies dalam rapat virtual bersama Timwas Penanggulangan COVID-19 DPR RI, Kamis, 16 April.

Ilustrasi (Angga Nugraha/VOI)

Penurunan jumlah penumpang juga terjadi pada moda transportasi umum MRT dan LRT. Jumlah pengguna MRT mengalami penurunan hampir 91 persen dari hari biasanya yang mencapai 85 ribu-100 ribu penumpang per harinya. 

Sementara, untuk LRT jauh lebih menurun karena hanya menyisakan pengguna sekitar 200 orang per hari.

"Sekarang rata-rata penumpang MRT hanya 5.000 penumpang. Jadi lagi-lagi tinggal 5 persen penumpangnya," kata Anies.

Selanjutnya, masyarakat juga mulai sadar kebijakan PSBB ini dan menerapkannya saat berkendara, baik roda dua atau empat. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus menyebut, dalam tiga hari penindakan pelanggar kebijakan PSBB, jumlahnya menurun setiap harinya.

Pada penindakan di hari pertama atau 13 April, jumlah pelanggar mencapai 3.474 pengendara. Kemudian, menurun di hari kedua sekitar 40 persen dari hari pertama atau dengan jumlah 2.090 pelanggar. Pada hari ketiga pun menurun menjadi 1.337 pelanggar. Pelanggar ini kebanyakan tak menggunakan masker saat berkendara.

"Artinya kesadaran masyarakat sudah mulai tinggi dengan bahaya COVID-19 dan penerapan aturan PSBB. Sehingga kepedapannya jumlah pelanggar terus menurun sehingga bisa memutus mata rantai penyebaran," kata Yusri.

Ilustrasi (Angga Nugraha/VOI)

Penindakan terkait pemberlakuan PSBB juga terjadi pada sektor perkatoran. Selama penerapan aturan ini, sekitar 23 perusahaan atau tempat kerja yang ditutup sementara oleh Pemprov DKI.

Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi DKI Jakarta Andri Yansyah mengatakan, 23 perusahaan itu kedapatan masih beroperasi ketika tim pengawas melakukan sidak selama tiga hari, pada 14-16 April. Perusahaan yang melanggar ini diberi sanksi dengan penutupan sementara hingga pandemi COVID-19 berlalu.

"Penutupan itu sifatnya sementara, kaitannya dengan PSBB. Setelah itu dibuka lagi," ungkap Andri.

Selain itu, ada 126 perusahaan yang diberi peringatan karena tidak menjalankan protokol kesehatan untuk pencegahan penyebaran COVID-19. Tapi, 126 perusahaan ini masih bisa beroperasi karena masuk dalam kategori yang diberi izin Kementerian Perindustrian, yaitu perusahaan di bidang kesehatan, bahan pangan, energi, komunikasi dan teknologi informasi, keuangan, logistik, perhotelan, konstruksi, industri strategis, pelayanan dasar, utilitas publik, dan industri yang ditetapkan sebagai obyek vital nasional dan obyek tertentu, serta kebutuhan sehari-hari.

"Kami lakukan teguran apabila menemui perusahaan yang tidak melaksanakan protokol kesehatan pencegahan COVID-19," kata Andri.

Analisis kebijakan publik Trubus Rahadiansyah mengatakan, penerapan PSBB selama sepekan tak menuju pada tanda-tanda baik dalam mencegah penyebran COVID-19. Sebab, jumlah pasien positif COVID-19 terus bertambah tiap hari. Dia menyarankan pemerintah mengambil langkah lanjutan agar bisa memutus mata rantai penyebaran virus.

"Konteks riilnya tidak efektif dan harus ada langkah selanjutnya," ucap Trubus.

Trubus menilai, PSBB ini tak efektif karena masih banyak masyarakat yang beraktivitas di sekitar rumahnya. Selain itu, dia mengatakan, banyak kawasan yang menutup akses jalan, tetapi masih membiarkan warganya berkumpul dan berkerumun antar tetangga. Baginya, ini masih berpotensi melakukan penyebaran COVID-19 akan terus terjadi.

"Di ruang pubik mastarakat memang mengedepan physical distancing tapi di lingkungan sekitar kediamannya hal ini tidak berjalan. Untuk mengatasinya tentu pertan RT sangat besar," tandas Trubus.