Penyematan Label Organisasi Teroris ke KKB Dianggap Timbulkan Masalah Baru
JAKARTA - Pemerintah mengategorikan kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua sebagai organisasi teroris. Hanya saja, keputusan yang disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD ini malah menuai kritikan karena dianggap akan menimbulkan masalah baru.
Pengumuman KKB Papua masuk dalam organisasi teroris ini disampaikan oleh Menko Polhukam Mahfud MD di kantornya, Jalan Medan Merdeka Barat pada Kamis, 29 April. Label ini juga dianggap sudah sesuai dengan UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Tindak Pidana Terorisme.
"Pemerintah menganggap bahwa organisasi dan orang-orang di Papua yang melakukan kekerasan masif dikategorikan sebagai teroris," katanya seperti dikutip dari kanal YouTube Kemenko Polhukam.
Eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini menjelaskan, berdasarkan undang-undang yang jadi dasar pelabelan, mereka yang dikatakan teroris adalah siapa pun yang merencanakan, menggerakkan, dan mengorganisasikan terorisme.
Adapun terorisme sendiri adalah setiap perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas.
"Yang dapat menimbulkan korban secara massal atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek vital yang strategis terhadap lingkungan hidup, fasilitas publik atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, dan keamanan," ungkap Mahfud.
Selain itu, dia juga memastikan keputusan pemerintah ini telah sejalan dengan pernyataan sejumlah tokoh, pimpinan instansi serta lembaga lainnya yang kerap menyatakan KKB telah melakukan kekerasan secara brutal.
Bukan hanya itu, dia juga mengaku tak sedikit tokoh masyarakat, tokoh adat, pemerintah daerah, dan DPRD di Papua yang selama ini sudah mendatangi kantor Kemenko Polhukam untuk memberikan dukungan.
"(Mereka memberikan, red) dukungan kepada Pemerintah Indonesia untuk melakukan tindakan yang diperlukan guna menangani tindak kekerasan yang muncul belakangan ini di Papua," jelasnya.
Pelabelan yang dianggap punya berbagai implikasi
Respons dari publik pun muncul terkait sikap pemerintah ini. Ketua Setara Institute Hendardi menilai, langkah ini sebagai keputusasaan dari pemerintah dalam menangani kelompok bersenjata di Papua.
Keputusan ini juga dapat dianggap mempertegas pilihan kekerasan bagi penanganan konflik di Papua. Padahal, harusnya pemerintah membangun dialog dan mengurangi pendekatan keamanan.
"Pemerintah justru mempertegas pilihan kekerasan bagi penanganan Papua. Selain kontraproduktif, mempercepat dan memperpanjang spiral kekerasan, langkah pemerintah ini juga rentan menimbulkan pelanggaran HAM yang serius," kata Hendardi dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan.
Dia mengatakan, hal ini juga sebagai langkah melegitimasi tindakan represif dan operasi masif di Papua.
"Pelabelan kelompok perlawanan di Papua tidak akan memutus siklus kekerasan yang telah berlangsung lama dan panjang," tegasnya.
Dari penetapan label teroris terhadap KKB ini juga menimbulkan sejumlah implikasi. Pertama, kata Hendardi, pelabelan ini bisa saja menutup ruang dialog antara pemerintah pusat dan masyarakat di Papua.
Padahal, langkah ini harusnya menjadi jalan untuk membangun perdamaian seperti yang disarankan banyak pihak.
"Kedua, meningkatnya eskalasi kekerasan yang berdampak langsung pada rakyat Papua seperti terpaksa mengungsi untuk mencari selamat, kehilangan penghasilan ekonomi, anak-anak tidak bersekolah, kesehatan dan sanitasi lingkungan terganggu serta hal lain-lain," ungkap Hendardi.
Ketiga, pelabelan ini juga membuka ruang terjadinya rasisme dan diskriminasi berkelanjutan terhadap Papua. Bukan hanya itu, label ini juga membuat pemerintah gagal membangun provinsi ini secara humanis.
"Pilihan Jokowi melabeli KKB Papua sebagai teroris dan dampak lanjutan yang akan terjadi, akan menutup kesempatan Jokowi dan pemerintah untuk membangun Papua secara humanis, sebagaimana yang dijanjikannya dalam berbagai kesempatan," katanya.
Baca juga:
Diharap tak tingkatkan aksi kekerasan
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga menyebut langkah yang diambil pemerintah untuk melabeli KKB sebagai teroris tidak tepat. Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengatakan hal ini justru makin menjauhkan pendekatan secara damai yang terus diupayakan.
Dirinya juga berharap, usai pengumuman ini disampaikan, tak akan terjadi peningkatan aksi kekerasan di tengah masyarakat Papua.
"Semoga tidak akan menimbulkan eskalasi kekerasan yang semakin tinggi dan semakin menjauhkan agenda jalan damai," tegas Choirul kepada wartawan.
Dia menyebut, seharusnya pemerintah mengambil langkah pendekatan secara halus. Sebab, pendekatan militer seperti yang selama ini dilakukan hanya akan melahirkan kekerasan.
"Dan (membuat, red) semakin terjal perdamaian di Tanah Papua," kata dia.
Choirul juga menganggap penetapan status ini harusnya diawali dengan evaluasi terlebih dahulu. Apalagi, kekerasan, baku tembak, dan jumlah korban makin banyak.
Lebih lanjut, dia mengatakan Komnas HAM akan tetap melakukan pemantauan situasi. "Dan kami tidak akan lelah untuk menyerukan dan menyatakan jalan damai. Harapan besar penerapan ini tidak melahirkan korban lebih besar dari pihak manapun agar kekerasan bisa berakhir," ungkapnya.
"Semoga penetapan status ini tidak merugikan kepentingan strategis nasional Indonesia di dunia internasional," pungkasnya.