Jokowi 'Suruh' Luhut Bentuk Gugus Tugas untuk Lancarkan Subsidi Angkutan Barang ke Daerah
JAKARTA - Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo (Jokowi) berharap agar angkutan barang ke daerah tertinggal terus digenjot. Jokowi pun menugaskan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Pandjaitan membentuk gugus tugas demi mengkoordinasikan dan mengawasi kelancaran subsidi angkutan barang ke daerah pelosok dan pinggiran RI.
Arahan Presiden Jokowi ini tertuang dalam Pasal 20 Peraturan Presiden (Perpres) nomor 27 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik untuk Angkutan Barang dari dan ke Daerah Tertinggal, Terpencil, Terluar dan Perbatasan.
"Untuk kelancaran pelaksanaan tugas dalam pengawasan penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik untuk angkutan barang sebagaimana dimaksud, menteri koordinator yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kemaritiman dan investasi membentuk gugus tugas (taskforce)," tulis ayat (2) Pasal 20 dikutip VOI, Selasa 27 April.
Gugus tugas tersebut beranggotakan kementerian dan lembaga terkait di antaranya Kementerian Perdagangan, Kementerian Perhubungan hingga Kementerian Kelautan Dan Perikanan.
Sebagai informasi, Perpres 27 tahun 2021 sendiri diterbitkan untuk menggantikan Perpres 70 Tahun 2017 yang belum optimal dalam menurunkan disparitas harga barang. Padahal seharusnya beleid ini mampu menjamin kesinambungan pelayanan penyelenggaraan angkutan barang dari dan ke daerah tertinggal, terpencil, terluar, dan perbatasan.
Penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik untuk angkutan barang yang dimaksud dalam Perpres itu meliputi pelayanan angkutan darat, laut, dan udara. Pasal 2 Perpres itu menyebutkan barang atau komoditas yang diangkut mulai dari kebutuhan pokok sampai dengan ternak dan ikan serta muatan balik yang berasal dari daerah yang disinggahi oleh angkutan barang di laut, darat, dan udara.
Dalam hal ini, menteri perdagangan bertugas untuk berkoordinasi dengan pemerintah daerah dalam pengaturan pendistribusian barang, pendataan, pemantauan dan evaluasi jenis, jumlah dan harga barang dari dan ke di masing-masing daerah.
Lebih lanjut, Pasal 5 beleid tersebut memaparkan kewajiban pelayanan publik untuk angkutan barang di laut mulai dari melaksanakan pelayaran angkutan barang berdasarkan tarif dan Jaringan Trayek yang ditetapkan menteri serta diumumkan secara transparan ke dalam portal IMRK, hingga mempertimbangkan efisiensi dan kelancaran angkutan barang.
Baca juga:
- Sampaikan Duka Musibah KRI Naggala-402, Jokowi: Mereka Patriot Terbaik Penjaga Kedaulatan Negara
- Demi Martabat NKRI, Jokowi Diminta Pastikan TNI-Polri Tindak Tegas KKB Papua
- Jokowi Bentuk Kementerian Investasi, Bahlil: Saya Ini Cuma Pembantu Presiden
- Jokowi: Kekerasan di Myanmar Harus Dihentikan, Demokrasi Dikembalikan
Kemudian, Menteri memberikan penugasan kepada PT Pelayaran Nasional Indonesia (Persero) atau PT Pelni sebagai penyelenggara angkutan barang di laut. Menteri juga dapat melakukan pemilihan penyedia jasa lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah jika terdapat keterbatasan armada dari Pelni.
"Setiap barang yang diangkut melalui Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik Untuk Angkutan Barang di laut wajib dilengkapi dengan Surat Pengapalan (Shipping Instruction)," demikian bunyi Pasal 9 Perpres tersebut.
Sementara untuk angkutan barang di darat, penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik meliputi angkutan jalan dan angkutan penyeberangan. Dalam hal ini, menteri menugaskan kepada Perum DAMRI untuk angkutan jalan, dan/atau PT ASDP Indonesia Ferry untuk penyeberangan.
Selanjutnya, peraturan untuk angkutan barang di udara dilaksanakan melalui program Jembatan Udara, yakni pesawat perintis kargo dan subsidi kegiatan pesawat kargo.
Program Jembatan Udara tersebut dilaksanakan oleh Menteri melalui penugasan kepada BUMN yang bergerak di bidang angkutan udara untuk subsidi angkutan udara kargo dan/atau proses lelang atau bentuk lainnya.
Pendanaan yang diperlukan dalam penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik untuk angkutan barang bersumber dari APBN, APBD, dan/atau sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.