Memori Hari Ini, 27 Januari 2019: Sri Muyani Dicela Prabowo Subianto sebagai Menteri Pencetak Utang

JAKARTA – Memori hari ini, enam tahun yang lalu, 27 Januari 2019, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengaku tersinggung dengan omongan Prabowo terkait Sri Mulyani jadi Menteri Pencetak Utang. Mereka menyebut Prabowo tak pantas menghina nama institusi pemerintah.

Sebelumnya, tiada yang meragukan utang Indonesia naik berlipat-lipat di era Joko Widodo (Jokowi). Kemenkeu beranggapan utang dianggapnya instrumen penting pembangunan, tapi rakyat Indonesia memandang lain: kebijakan salah.

Prabowo Subianto pernah mengambil jalan sebagai oposisi pada periode pertama pemerintahan Jokowi. Segala macam tindak tanduk pemerintah yang salah digeruduknya. Ia bertindak jadi corong suara rakyat Indonesia.

Ambil contoh kala Prabowo melemparkan kritik terkait perilaku suka ambil solusi utang luar negeri pemerintah. Capres Indonesia nomor urut dua itu menganggap rakyat Indonesia takkan sejahtera jika pemerintah mengandalkan utang. Sebab, utang harus dibayar.

Rakyat pula yang harus bayar. Rakyat juga yang sengsara. Belum lagi pemerintahan Jokowi punya utang besar. Utang itu konsisten naik mencapai Rp 4.778 triliun selama periode pertama.

Pemerintah sendiri memang menganggap utang jadi bagian penting dalam menaikkan hajat hidup rakyat Indonesia. Namun, Prabowo berkata sebaliknya. Ia pun melirik Kemenkeu sebagai sumber yang terus mendorong hadirnya utang luar negeri.

Opsi itu dipandang Prabowo tak kreatif. Bahkan, sewaktu-waktu utang yang menumpuk bisa membuat masalah besar bagi rakyat Indonesia. Ia menyebut gelar Menteri Keuangan yang kala dijabat Sri Mulyani seharusnya diubah jadi Menteri Pencetak Utang.

Perubahan itu dianggap Prabowo lebih pantas. Sesuai kinerja Kemenkeu selama ini yang terus membuka keran utang. Namun, urusan kesejahteraan rakyat Indonesia tak pernah terjadi. Utang dikelola tak benar sehingga jadi menumpuk dan memberatkan.

"Kalau menurut saya, jangan disebut lagi lah ada Menteri Keuangan. Mungkin menteri pencetak utang. Utang menumpuk terus, bangga berutang, yang suruh bayar orang lain (baca: rakyat). Saya sampaikan bahwa kita akan kumpulkan putra dan putri terbaik bangsa Indonesia, the best and the brightest sons and daughters of Republic Indonesia.”

“Kita akan kumpulkan yang terbaik dari semua kelompok etnis, dari semua suku, semua agama, dari semua latar belakang. Nanti akan buat perjanjian, saya panggil satu-satu. Siap untuk bekerja untuk bangsa, siap bersih, siap tidak korupsi, siap tidak berikan proyek ke keluarga, menantu, cucu, atau tetanggamu. Kalau tidak siap, jangan jadi menteri saya," ungkap Prabowo sebagaimana dikutip laman CNN Indonesia, 26 Januari 2019.

Sri Mulyani kini menjadi pembantu Presiden Prabowo Subianto sebagai Menteri Keuangan dalam Kabinet Merah Putih. (INSTAGRAM/@smindrawati))

Kritik keras Prabowo memancing perdebatan di mana-mana. Ada yang merasa kritikan Prabowo mewakili suara hati banyak orang. Ada juga yang merasa Prabowo sebagai tokoh politik kurang tepat menyebut Menteri Keuangan jadi Menteri Pencetak Utang.

Kemenkeu sendiri menganggap komentar Prabowo telah menyingung seisi kementerian pada 27 Januari 2019. Mereka menganggap Prabowo tak pantas menghina Kemenkeu, apalagi Menteri Sri Mulyani. Prabowo harus memahami bahwa Kemenkeu adalah institusi penting negara.

Artinya, segala macam penamaan, tugas, dan fungsi sudah tentu diatur oleh Undang-Undang (UU). Kemenkeu bekerja sesuai UU termasuk mencari utang luar negeri. Mereka menyayangkan kritik Prabowo yang notabene telah menantang Jokowi dalam kontestasi Pilpres 2019.

"Apa yang disampaikan oleh Calon Presiden Prabowo: Jangan lagi ada penyebutan Menteri Keuangan, melainkan diganti jadi Menteri Pencetak Utang. Ucapan itu sangat menciderai perasaan kami yang bekerja di Kemenkeu.”

"APBN dituangkan dalam UU yang merupakan produk bersama antara pemerintah dan semua partai yang berada di DPR. Pelaksanaan UU APBN dilaporkan secara transparan dan diaudit oleh lembaga independen BPK dan dibahas dengan DPR. Semua urusan negara ini ditur oleh Undang-Undang," ujar Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, Nufransa Wira Sakti sebagaimana dikutip laman CNBC, 27 Januari 2019.