Berikan Insentif Kebijakan Ekonomi, Pemerintah Kucurkan Dana hingga Rp40 Triliun

JAKARTA - Pemerintah resmi mengumumkan kenaikan tarif Pajak pertambahan Nilai (PPN) 12 persen pada 1 Januari 2025.

Untuk meredam efek kenaikan tarif PPN tersebut, pemerintah memberikan stimulus kebijakan ekonomi pada 2025.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu menyampaikan potensi dana yang ditanggung pemerintah atau belanja perpajakan untuk hal tersebut hingga Rp40 triliun.

"Udah ada estimasinya, nanti relatif bisa kita kelola dari APBN. Sekitar bisa Rp30-Rp40 triliun,” tutur Febrio kepada awak media, Senin, 16 Desember.

Adapun stimulus kebijakan tersebut diantaranya, kebutuhan anggaran PPN DTP 1 persen untuk Minyakita adalah sebesar Rp900 miliar, dengan perkiraan volume minyak goreng Minyakita tahun 2025 sebesar 175.000 ton per bulan. Berdasarkan data historis realisasi per bulan berkisar antara 170.000 sampai dengan 180.000 ton, serta HET sebesar Rp15.700 per liter.

Berikutnya kebutuhan anggaran PPN DTP 1 persen untuk tepung terigu diestimasi sebesar Rp900 miliar, dengan catatan perkiraan volume tepung terigu tahun 2025, berdasarkan total kebutuhan terigu secara nasional kurang lebih 6,66 juta ton.

Harga rata-rata November 2023 - November 2024 sebesar Rp13.139.

Selanjutnya, kebutuhan anggaran PPN DTP 1 persen untuk gula industri sebesar Rp437,5 miliar dengan catatan gula industri merupakan input penting bagi industri makanan dan minuman, lantaran share industri tersebut mencapai 36,3 persen terhadap total industri pengelolaan dan 6,9 persen terhadap PDB.

Kemudian, kebutuhan anggaran untuk bantuan pangan/beras 10 kg untuk 16 juta keluarga selama 2 bulan sebesar Rp4,6 triliun.

Selanjutnya, kebutuhan anggaran untuk diskon biaya listrik sebesar 50 persen untuk pelanggan dengan daya 2200 VA atau lebih rendah selama 2 bulan Januari-Februari 2025, dengan asumsi akan diberikan kepada 8,1 juta pelanggan subsidi dan non subsidi maksimal Rp5,4 triliun per bulan sehingga total insentif yang dibutuhkan sebesar Rp10,8 triliun.

Berikutnya, kebutuhan anggaran untuk PPN DTP Properti sebesar Rp3 triliun.

Adapun Pemerintah menanggung PPN DTP 100 persen untuk penyerahan dengan BAST tgl 1 Januari 2025 sampai 30 Juni 2025, serta 50 persen untuk penyerahan dengan 1 Juli 2025 sampai 31 Desember 2025.

Selanjutnya kebutuhan anggaran untuk PPN DTP bagi kendaraan motor berbasis baterai atau electric vehicle (EV) atau Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KLBB) sebesar Rp2,8 triliun.

Skema insentif ini diberikan sebesar 10 persen atas penyerahan EV roda empat tertentu dan EV bus tertentu dengan nilai TKDN paling rendah 40 persen dan sebesar 5 persen atas penyerahan EV bus tertentu dengan nilai TKDN paling rendah 20 persen sampai dengan kurang dari 40 persen.

Kemudian, pemberian insentif PPnBM EV dengan besaran insentif sebesar 100 persen atas impor KBLBB roda empat tertentu secara utuh atau completely built up (CBU) dan penyerahan KBLBB roda empat tertentu yang berasal dari produksi dalam negeri atau completely knock down (CKD) sehingga diperkirakan kebutuhan anggaran PPnBM DTP ini sebesar Rp2,52 triliun.

Selanjutnya, pemberian insentif PPnBM DTP untuk kendaraan bermotor bermesin hybrid sebesar 3 persen diperkirakan membutuhkan anggaran sebesar Rp840 miliar. Dan pemberian insentif pembebasan Bea Masuk EV CBU sebesar 0 persen. Pemerintah belum menghitung potensi kebutuhan insentif tersebut.

Berikutnya, pemberian insentif PPh Pasal 21 DTP untuk pekerja dengan dengan gaji sampai dengan Rp10juta per bulan berlaku untuk sektor padat karya diperkirakan membutuhkan anggaran sebesar Rp680 miliar.

Selanjutnya insentif untuk jaminan Kehilangan Pekerjaan, dengan manfaat tunai 60 persen flat dari upah selama 6 bulan, manfaat pelatihan Rp2,4 juta, dan kemudahan akses informasi, serta sukses program Prakerja (program pra kerja transisi keberlanjutan ke Kemnaker. Pemerintah belum menghitung potensi pengeluaran dari insentif ini.

Kemudian PPh final untuk UMKM. Kebijakan ini diberikan pada UMKM OP masih dapat memanfaatkan PPh Final 0,5 persen untuk tahun 2025.

Serta threshold UMKM turun dari Rp4,8 miliar menjadi Rp3,6 miliar.

Selanjutnya skema pembiayaan industri padat karya. Insentif ini bertujuan untuk mendukung kebutuhan pembiayaan dalam upaya revitalisasi mesin guna meningkatkan produktivitas yang ditujukan untuk Kredit Investasi, dengan mengakomodir kebutuhan Kredit Modal Kerja.

Range plafon di atas Rp500 juta sampai dengan Rp10 miliar dengan subsidi bunga sebesar 5 persen.

Adapun dengan subsidi bunga sekitar Rp 220 miliar hingga 260 miliar, sehingga total kredit yang disalurkan sekitar Rp20 triliun.

Berikutnya diskon iuran 50 persen selama 6 bulan bagi sektor industri padat karya dengan asumsi untuk 3,76 juta pekerja sehingga estimasi ditanggung oleh BPJS TK sebesar Rp280,9 miliar.

Febrio menjelaskan, anggaran yang dikeluarkan pemerintah untuk insentif perpajakan atau belanja perpajakan tidak akan mempengaruhi penerimaan negara, atau mempengaruhi defisit APBN.

"Penerimaan akan terus kita pantau, dan ini kan dalam hal kita kelola apbn akan selalu kita pantau. Kita kelola APBN, kan belum mulai kan setahun kita Kelola," tegasnya.