Wujud Toleransi Aksi 112: Peserta Aksi di Masjid Istiqlal Kawal Calon Pengantin Nonmuslim ke Gereja Katedral
JAKARTA - Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pernah membangkitkan kemarahan umat Islam. Aksi Gubernur DKI Jakarta itu menyinggung surat Al Maidah membuatnya kena demo berjilid-jilid. Aksi 11 Februari 2017 atau Aksi 112 di Masjid Istiqlal jadi salah satu yang istimewa.
Aksi itu memang kental nuansa politik karena gelar bertepatan pada minggu tenang Pilgub DKI Jakarta 2017. Namun, tiada yang meragukan Aksi 112 jadi simbol toleransi agama. Sikap toleransi umat Islam hadir kala mengawal pasangan Nonmuslim yang akan menikah di Gereja Katedral.
Dunia politik di Jakarta memang penuh dinamika. Masa-masa menjelang Pilgub DKI Jakarta 2017, misalnya. Tensi panas mulai muncul karena Ahok kelepasan mengucap Surat Al Maidah ayat 51 jadi alat membohongi warga supaya tak memilih mereka yang tak seagama pada 2016.
Pidato Ahok pun meledak. Banyak pihak yang terbawa emosi mendengar pidato Ahok. Mereka menganggap Ahok telah melakukan penistaan agama. Aksi turun ke jalan terus digulirkan umat Islam. Ormas Islam seperti Front Pembela Islam (FPI) hingga Majelis Ulama Indonesia (MUI) turun tangan.
Kondisi itu karena mereka yang jadi penista agama tak kunjung ditahan atau dihukum. Mereka melihat Ahok justru dapat muncul berkampanye dengan bebas. Aksi Bela Islam pun tak henti-hentinya digaungkan.
Aksi 411 hingga aksi yang paling menyedot perhatian seisi Asia, Aksi 2 Desember 2016, atau Aksi 212. Aksi itu dianggap aksi terbesar karena umat Islam dapat dikumpulkan di Monas dan sekitarnya. Umat Muslim tumpah ruah di jalanan menuju Monas.
Hari itu bak tiada ruang tersisa atau kosong. Tuntutannya jelas supaya Ahok dapat diadili. Bila perlu dan memang perlu Ahok dianulir dari Pilgub DKI Jakarta 2017. Aksi 212 memang membuat Ahok jadi tersangka. Namun, gaung Ahok sebagai peserta Pilgub DKI Jakarta 2017 tetap berjalan.
Kondisi itu memunculkan ide untuk melancarkan Aksi 11 Februari 2017 atau Aksi 112. Aksi itu dilakukan di tengah minggu tenang kampanye. Nuansa politiknya kental. Namun, tuntutannya bukan cuma urusan Ahok belaka. Urusan aparat keamanan yang ingin melakukan kriminalisasi ulama juga diangkat.
Mulanya aksi itu akan digelar di Monas, tapi karena kompromi dengan aparat keamanan aksi pun berubah. Aksi berubah dari demo ke acara zikir dan tausiah. Acara itu dihadiri oleh 200 ribu lebih umat Islam.
Baca juga:
- Buku Jokowi Menuju Cahaya Karya Alberthiene Endah Dirilis dalam Memori Hari Ini, 13 Desember 2018
- Memori SBY Mengaku Keturunan Raja Majapahit
- Polemik Akronim PMI: Jusuf Kalla Restui Palang Merah Indonesia, Bukan Pekerja Migran Indonesia
- Kesedihan Megawati Atas Aksi Bakar Diri Sondang Hutagalung dalam Memori Hari Ini, 12 Desember 2011
"Pemerintah jangan lakukan langkah provokasi dengan kriminalisasi ulama. Kalau ulama dibiarkan dikriminalisasi, akan sulit untuk memberikan pengertian pada umat. Saya sudah jadi DPO untuk dihadirkan di Polda Jabar.”
“Saya minta kuasa hukum untuk komunikasi dengan Polri. Usai acara ini saya siap datang ke Polda Jabar. Jangan khawatir saya akan hadir. Akan jalani proses hukum sebagai warga negara yang baik, tapi jangan ada rekayasa," ucap Imam Besar FPI, Rizieq Shihab dalam ceramahnya sebagaimana dikutip laman BBC Indonesia, 11 Februari 2017.
Simbol Toleransi
Umat Islam berdatangan dari segala penjuru untuk menghadiri Aksi 112 sedari dini hari. Mereka membuat Masjid Istiqlal yang megah penuh sesak. Peserta aksi yang tak tertampung memenuhi jalanan di sekitar Istiqlal. Aksi itu berjalan dengan damai. Tiada aksi perusakan yang dilakukan.
Kondisi aksi begitu terjaga. Bahkan, aksi itu tak mengganggu rencana pasangan Nonmuslim, Asido dan Felicia yang menggelar pernikahan di Gereja Katedral – yang tak jauh dari Masjid Istiqlal.
Masjid Istiqlal dan sekitarnya penuh dengan umat Islam yang ikut Aksi 112. Mulanya mobil mereka terjebak macet karena keramaian aksi massa. Mereka dan peserta rombongan pengantin terjebak macet sekitar 200 meter dari Gereja Katedral memilih berjalan kaki.
Massa aksi yang melihat langsung bergerak mengawal dan membuka jalan untuk pasangan pengantin dan rombongannya berjalan kaki. Akhirnya, pasangan itu dapat melangsungkan pernikahan sesuai jadwal. Aksi sederhana itu lantas jadi viral di berbagai media massa dan daring.
Khalayak umum menganggap aksi mengawal calon pengantin sebagai simbol toleransi agama. Aksi itu jadi bukti bahwa umat Islam begitu menghargai keberagaman di Indonesia. Asido dan Felicia pun membuktikannya sendiri bagaimana mereka dikawal dengan baik.
"Ini jalan Tuhan, kami sudah dijadwalkan di sini. Kami berterima kasih, mereka (massa) sangat menghargai," kata Asido sebagaimana dikutip laman CNN Indonesia, 11 Februari 2017.