JAKARTA - Narasi tenaga kerja Indonesia (TKI) sebagai pahlawan devisa tak perlu diragukan. Negara kerap diuntungkan dengan hadirnya TKI di luar negeri. Namun, belakangan istilah TKI dianggap bermuatan negatif seiring banyaknya kasus buruk kerja di luar negeri.
Pemerintah bergerak cepat mengganti istilah TKI jadi Pekerja Migran Indonesia. Orang-orang suka menyebutkan sebagai PMI. Belakangan Jusuf Kalla (JK) Gemas akronim PMI digunakan untuk pekerja migran. Sebab, Palang Merah Indonesia satu-satunya yang boleh menggunakan akronim PMI.
Dulu kala negara belum memiliki wewenang besar dalam melindungi warga negaranya yang bekerja di luar negeri. TKI yang bekerja di luar negeri kerap pusing kala membutuhkan pelindungan negara. Kondisi itu berlangsung dari Orde Lama, Orde Baru, hingga awal era Reformasi.
Inisiasi pelindungan pun mulai dibicarakan di era Megawati Soekarnoputri. Namun, badan pelindungan yang mengurus segala macam terkait TKI baru hadir pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2006. Badan Nasional Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP2TKI), namanya.
BP2TKI mempunyai wewenang terkait segala urusan kegiatan penempatan dan pelindungan TKI di luar negeri. Barang siapa TKI yang bermasalah di luar negeri, maka BP2TKI pasang badan. Sekalipun BP2TKI tak mampu menyenangkan semua pihak.
Kekurangan jelas ada. Namun, kehadiran BP2TKI mampu membuat laju TKI ke luar negeri meningkat. Devisa dari TKI bejibun. Masalahnya problema TKI di luar negeri tak sedikit. Banyak di antaranya muncul kasus tak sedap.
TKI yang disiksa majikan. TKI yang membunuh majikan. Ada TKI yang kabur. Ada pula TKI yang menggunakan jalur ilegal. Kondisi itu membuat citra TKI kian buruk dalam pemberitaan nasional. Pandangan itu sampai ke telinga pemerintah.
Mereka tak ingin TKI yang notabenenya punya sumbangsih besar bagi kemajuan negara memendam citra negatif. Negara lalu mengeluarkan UU Nomor 18 tahun 2017 terkait Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
BACA JUGA:
Amanat dari UU tersebut mengungkap perubahan dari BP2TKI ke BP2MI, dari istilah TKI ke pekerja migran Indonesia. Orang-orang lalu meninggalkan istilah TKI lalu menyambut istilah baru PMI.
“Bahwa pekerja migran Indonesia harus dilindungi dari perdagangan manusia, perbudakan, dan kerja paksa, korban kekerasan, kesewenang-wenangan, kejahatan atas harkat dan martabat manusia, serta perlakuan lain yang melanggar hak asasi manusia.”
“Bahwa penempatan pekerja migran Indonesia merupakan suatu upaya untuk mewujudkan hak dan kesempatan yang sama bagi tenaga kerja untuk memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang layak, yang pelaksanaannya dilakukan dengan tetap memperhatikan harkat, martabat, hak asasi manusia, dan pelindungan hukum, serta pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kepentingan nasional,” bunyi pertimbangan UU Nomor 17 Tahun 2017.
Akronim PMI Jadi Polemik
Istilah baru Pekerja Migran Indonesia disingkat PMI membawa masalah baru. Ketua Umum Palang Merah Indonesia, Jusuf Kalla merasa terganggu oleh istilah Pekerja Migran Indonesia yang disingkat PMI pada 2023. Kondisi itu karena seiring munculnya kasus-kasus bernada negatif terkait pekerja migran.
Kasus-kasus bernada negatif bak menyeret PMI yang notabene lembaga kemanusiaan. Palang Merah Indonesia ikut kena getahnya. Media nasional banyak memberitakan hingga memberikan judul berita dengan akronim PMI.
Berita itu ternyata merujuk ke pekerja migran, bukan Palang Merah Indonesia. JK secara khusus meminta BP2MI (kini jadi: Kementerian P2MI) untuk tak lagi mengunakan akronim PMI dalam menyebut pekerja migran Indonesia.
JK dan Palang Merah Indonesia berpegangan kepada hadirnya UU Nomor 1 Tahun 2018 dan Peraturan pemerintah Nomor 7 Tahun 2019. Masing-masing produk hukum itu mengemukakan bahwa singkatan PMI hanya untuk Palang Merah Indonesia.
Sedang tiada aturan yang menegaskan bahwa pekerja migran harus disingkat PMI. Polemik itu sampai ke telingga BP2MI. Pihak BP2MI pun membenarkan jika istilah pekerja migran Indonesia tidak disebut secara singkatan dalam produk hukum tertentu.
Alhasil, BP2MI pun memutuskan takkan menggunakan akronim PMI dalam setiap publikasinya. Perkara media masih menggunakan istilah PMI untuk pekerja migran Indonesia jadi lain soal.
“UU Nomor 1 Tahun 2018 dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2019 tentang Kepalangmerahan menyebutkan bahwa singkatan PMI hanya untuk Palang Merah Indonesia. Kami telah berkomunikasi dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia serta BP2MI.”
“Kami menegaskan bahwa singkatan PMI hanya digunakan untuk Palang Merah Indonesia. Adapun istilah pekerja migran Indonesia akan dicarikan singkatan atau penyebutan lain,” ujar Sekretaris Jenderal PMI, A.M. Fachir sesuai arahan JK dalam surat pembacannya di majalah Tempo berjudul Singkatan PMI yang Benar (2023).