Pengadilan AS Diminta Halangi Upaya TikTok untuk Batalkan Larangan
JAKARTA – Departemen Kehakiman AS (DOJ) meminta pengadilan untuk tidak menunda tanggal berlakunya undang-undang divestasi. Permintaan ini diajukan setelah TikTok menyampaikan permohonan darurat.
Pada Senin, 9 Desember, TikTok dan ByteDance mengajukan mosi darurat untuk memblokir aturan divestasi sementara waktu. Pembuat aplikasi distribusi video ini tidak ingin mematuhi aturan divestasi yang ditetapkan paling lambat pada 19 Januari.
Seharusnya, perusahaan ini berpisah dari induknya, ByteDance. Jika tidak mematuhi aturan divestasi, TikTok akan resmi dilarang di AS setelah 19 Januari. Namun, dalam mosi daruratnya, TikTok mengatakan bahwa mereka ingin menunggu peninjauan Mahkamah Agung AS.
Menurut TikTok, perintah yang memaksa perusahaannya untuk berpisah dengan ByteDance harus melalui tindakan pengadilan terlebih dahulu. Tanpa adanya proses hukum yang jelas, aturan ini dinilai akan merugikan, "lebih dari 170 juta pengguna bulanan domestik."
Di sisi lain, DOJ tidak setuju dengan alasan TikTok. Lembaga tersebut bahkan mengatakan bahwa pengadilan tidak boleh menunda tanggal berlakunya undang-undang divestasi yang sudah disetujui mayoritas anggota parlemen dan Presiden AS Joe Biden.
Baca juga:
Dilansir dari Reuters, DOJ mengatakan bahwa aturan yang ditunda sesuai dengan permohonan TikTok dapat merugikan negara. "Kontrol China yang berkelanjutan terhadap aplikasi TikTok menimbulkan ancaman berkelanjutan terhadap keamanan nasional."
DOJ menjelaskan bahwa larangan yang diharapkan berlaku pada 19 Januari mendatang tidak langsung melarang penggunaan TikTok. Platform ini masih bisa digunakan, khususnya oleh pengguna yang telah lama mengunduh platform tersebut.
Namun, larangan digunakannya TikTok akan memberikan dampak terhadap aplikasi tersebut secara signifikan. "Pada akhirnya (aturan divestasi) akan membuat aplikasi tersebut tidak dapat digunakan."