JAKARTA - TikTok meminta pengadilan Federal untuk menunda undang-undang yang akan melarang aplikasi tersebut beroperasi di AS, sehingga mereka memiliki waktu untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung.
Langkah ini diambil setelah Pengadilan Banding untuk Wilayah DC memutuskan untuk mendukung larangan tersebut, yang membuat TikTok kini mengajukan banding ke Mahkamah Agung.
“Hari ini, kami mengajukan mosi darurat untuk perintah pengadilan guna menghentikan Larangan TikTok agar tidak berlaku lagi pada tanggal 19 Januari 2025 hingga banding kami atas keputusan Pengadilan Banding untuk Wilayah DC didengar oleh Mahkamah Agung AS,” tulis perusahaan.
Dalam pernyataannya, TikTok menyoroti dampak signifikan yang akan dirasakan oleh para pengguna, kreator, dan bisnis kecil jika larangan diberlakukan. Karena menurutnya, TikTok memiliki sekitar 170 juta pengguna di AS.
"Estimasi menunjukkan bahwa bisnis kecil di TikTok akan kehilangan pendapatan lebih dari 1 miliar dolar AS (Rp15,8 triliun) dan kreator akan menderita kerugian pendapatan hampir 300 juta dolar AS (Rp4,7 triliun) hanya dalam waktu satu bulan kecuali Larangan TikTok dihentikan,” jelas mereka.
BACA JUGA:
Selain itu, TikTok juga mengungkapkan kontribusinya terhadap ekonomi AS, di mana mereka mengklaim, platformnya menghasilkan pendapatan sebesar 24,2 miliar dolar AS (Rp382,6 triliun) dari iklan, pemasaran, dan jangkauan organik pada tahun 2023.
Selain itu, operasional TikTok sendiri menyumbang tambahan 8,5 miliar dolar AS (Rp134,8 triliun) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) AS.
Langkah darurat ini menjadi upaya terakhir TikTok untuk melindungi komunitasnya dan mempertahankan operasionalnya di AS, yang telah menjadi pasar utama bagi perusahaan tersebut. Mahkamah Agung AS diharapkan memberikan keputusan terkait mosi ini sebelum tenggat 19 Januari 2025.