Bagikan:

JAKARTA – Pengiklan di TikTok belum terburu-buru mengalihkan anggaran pemasaran mereka meskipun pengadilan banding AS Jumat 6 Desember mendukung undang-undang yang mengharuskan penjualan aset TikTok di AS atau menghadapi larangan pada Januari 2025. Keputusan ini mengancam miliaran pendapatan iklan yang diperoleh aplikasi milik ByteDance yang berbasis di China.

ByteDance diwajibkan menjual aset TikTok di AS paling lambat 19 Januari 2025 atau menghadapi larangan yang belum pernah terjadi sebelumnya. TikTok dan ByteDance berargumen bahwa undang-undang ini tidak konstitusional dan melanggar hak kebebasan berbicara warga AS.

Dalam email kepada pengiklan pada Jumat lalu, Presiden Solusi Bisnis Global TikTok, Blake Chandlee, menyatakan bahwa perusahaan berencana mengajukan "penangguhan untuk menghentikan larangan TikTok hingga Mahkamah Agung AS memiliki kesempatan untuk meninjaunya."

Meski masa depan TikTok di AS tidak pasti, para eksekutif periklanan mengatakan merek-merek tetap aktif beriklan di platform tersebut sambil mempersiapkan rencana cadangan.

"Pengiklan belum menarik diri dari TikTok, meskipun beberapa sedang mengembangkan rencana kontingensi untuk mengalokasikan ulang investasi jika larangan benar-benar diterapkan," kata Jason Lee, Wakil Presiden Eksekutif Keamanan Merek di Horizon Media.

Meta Platforms, pemilik Facebook dan Instagram, diperkirakan akan menjadi penerima terbesar pendapatan iklan TikTok jika larangan diberlakukan, diikuti oleh YouTube milik Alphabet. Kedua perusahaan ini telah memperkenalkan fitur video pendek dalam beberapa tahun terakhir untuk bersaing dengan TikTok.

Namun, menurut Lance Wolder, Kepala Strategi di PadSquad, pengiklan kemungkinan tidak akan meninggalkan TikTok selama basis pengguna aktif tetap ada. "Pada akhirnya, pengiklan tidak akan meninggalkan platform kecuali pelanggan mereka melakukannya terlebih dahulu," katanya.

Pendapatan iklan TikTok di AS diproyeksikan mencapai 12,3 miliar dolar AS (Rp195,1 triliun) tahun ini, menurut riset Emarketer. Sebagai perbandingan, pendapatan iklan Meta Platforms pada 2024 diperkirakan mencapai sekitar 159 miliar dolar AS (Rp2,5 kuadriliun).

"Jika TikTok hilang dari AS, ini akan menyebabkan perubahan besar dalam lanskap media sosial, menguntungkan Meta, YouTube, dan Snap, tetapi merugikan pembuat konten serta usaha kecil yang bergantung pada aplikasi tersebut untuk mata pencaharian," kata Jasmine Enberg, analis utama di Emarketer.

Kabar potensi pelarangan TikTok mendorong kenaikan saham beberapa perusahaan teknologi pada Jumat lalu. Saham Meta Platforms mencapai rekor tertinggi sepanjang masa di 629,78 dolar AS dan ditutup naik 2,3% di 622,85 dolar AS. Saham Alphabet naik 1,1% menjadi 176,21 dolar AS, sementara saham Snap, pemilik Snapchat, naik 1,89% menjadi 12,40 dolar AS.