Jagung Titi dan Nuansa Ramadan di Negeri Lamahala

Flores Timur - Sehari menjelang Ramadan 1422 Hijriah, suara tumbukan batu bertalu-talu mengusik keheningan di Lamahala menjelang azan salat subuh.

Suara entakan batu datang dari arah timur Rumah Adat Lawaha, tepatnya di RT005 RW02, Desa Lamahala Jaya, Kecamatan Waiwerang Kota, Kabupaten Flores Timur.

Rupanya, tidak kurang dari 70 rumah penduduk yang menempati lahan miring di sana dihuni oleh para produsen cemilan khas Pulau Adonara, Nusa Tenggara Timur (NTT) bernama, jagung titi.

Sesuai namanya, makanan itu dibuat dari tanaman pangan jagung yang ditumbuk menggunakan batu.

"Jagung titi makanan khas sini. Satu kampung ini, kami yang buat. Ditumbuk batu sampai gepeng, seperti emping melinjo kalau di Jawa, tapi ini bahannya jagung," kata Ketua RT005 RW02 Lamahala Jaya, Suleman Kasim (69) dikutip Antara, Selasa, 13 April.

Jagung yang digunakan adalah jenis jagung pulut. Bijinya bertekstur empuk dan lengket, tidak seperti biji jagung hibrida yang keras sehingga gampang hancur saat ditumbuk.

Jagung titi selama ini kurang populer di masyarakat luar NTT, sebab proses pembuatannya yang spesifik, hanya dikerjakan orang-orang tertentu secara turun temurun.

Proses produksi dilakukan sangat tradisional. Biji yang telah direndam semalaman, kemudian dipanaskan dalam periuk menggunakan kayu bakar hingga setengah matang.

Uniknya, proses adukan hingga mengangkat biji jagung dari periuk panas dilakukan tanpa menggunakan alat, melainkan dengan jari tangan si pembuat. "Kira-kira satu jimpit jagung kita taruh di atas periuk (batu) lalu ditumbuk sampai gepeng," kata Suleman.

Zainab Abdullah (63), salah satu pelaku usaha itu, kini sibuk mengejar permintaan jagung titi untuk kudapan Ramadhan 1442 Hijriyah. Sebab, sudah beberapa kali aktivitas itu dia tunda untuk menghadiri tahlilan dari keluarga korban banjir bandang di desa tetangga.

Sebanyak 50 batang jagung yang dipetik dari kebun, sanggup diproduksi Zainab hingga dua baskom besar. Satu baskomnya kira-kira 1,5 kilogram, lalu dijual ke pasar atau berkeliling kampung.

Salah satu pelanggannya adalah H Adnan Sangaji yang saat ini mewarisi tahta Kerajaan Lamahala sebagai keturunan ke-13 raja pendahulu, NN Sangaji.

"Kalau Ramadan bisa tambah untung Rp15.000. Kalau hari biasa untungnya Rp30.000 sehari," katanya.

ANTARA

Raja Lamahala

Ditemui saat berpamitan ke kediaman raja di dekat Istana Lamahala, Adnan Sangaji menyampaikan sejumlah hal terkait Ramadan.

Adnan membenarkan jagung titi merupakan salah makanan favoritnya, terutama saat bulan puasa.

"Warga Adonara yang sedang pergi merantau dalam waktu lama, pasti dia menangis kalau menemukan jagung titi di sana. Ini makanan yang mengingatkan mereka untuk pulang," katanya.

Meski tekstur dan proses pembuatan jagung titi mirip dengan emping, tapi tidak dengan rasanya. Emping berbahan dasar melinjo memiliki sedikit rasa pahit yang kerap bisa tersamarkan dengan pemberian bumbu yang pas.

Jagung titi khas Lamahala tak menyiratkan rasa pahit sedikit pun. Sensasi rasanya justru lebih meriah dengan tambahan garam yang membuat rasa gurihnya berpadu serasi dengan semburat manis jagung.

Warga Lamahala memilih untuk tetap melestarikan tradisi di bulan Ramadan, meski kali ini masih berlangsung di masa pagebluk COVID-19.

"Kami tetap menjaga tradisi Ramadhan yang biasa dijalani karena bulan suci hanya datang sekali setiap tahunnya. Tapi tentunya kami siap mengikuti anjuran pemerintah untuk beribadah sesuai protokol kesehatan," kata Adnan.

Seperti umat muslim lainnya, warga Lamahala pun menjadikan bulan Ramadan sebagai momen untuk kian mempererat ikatan silaturahmi satu sama lain.

"Apalagi kami di Lamahala kekerabatannya memang sangat dekat, semua bersaudara di sini," katanya.

Karena itu, ritual ibadah di bulan Ramadan pun dilaksanakan bersama-sama. Misalnya saat menunggu waktu berbuka puasa.

Berbeda dengan warga Muslim lain di Indonesia yang biasa "ngabuburit" atau  menunggu waktu berbuka sambil mencari takjil, warga Lamahala memilih berkumpul di masjid untuk kemudian berbuka bersama.

"Di kampung kami tidak ada pasar Ramadhan seperti di tempat lain karena warga lebih senang memasak sendiri penganan atau makanan untuk berbuka puasa. Tapi nanti antarwarga saling berkirim makanan, juga untuk jamaah yang menunggu berbuka puasa dan solat tarawih di masjid," katanya.

Di bulan Ramadan kedua yang berlangsung di masa pandemi ini, warga Lamahala memanjatkan doa agar dijauhkan dari segala marabahaya serta dikuatkan iman menghadapi bencana yang sedang dihadapi.

ANTARA

Bersih-bersih

Lamahala memiliki 14 surau dan satu masjid paling besar bernama Jami Al Maruf. Sudah sepekan terakhir masyarakat setempat saling bergotong royong membersihkan tempat ibadah mereka.

Selain fasilitas ibadah, kegiatan bersih bersih menjelang Ramadhan dilakukan penduduk di beberapa rumah adat serta beberapa lingkungan suku (marga).

Biasanya, sisa peninggalan sejarah kerajaan Islam di NTT itu digunakan untuk acara-acara adat sesuai dengan suku yang melaksanakannya. Salah satunya rumah adat bagian pemerintahan yang ada di desa Lamahala.

Salah satu peserta gotong royong, Dody, mengatakan kegiatan gotong royong ini sudah rutin dilaksanakan oleh masyarakat Lamahala setiap kali Ramadan dan Idul Fitri.

Kegiatan itu disambut antusias oleh warga terutama kaum laki-laki. Sedangkan kaum perempuan menyediakan logistik seperti makanan dan minuman.

"Kami berharap kegiatan bersih-bersih ini dapat memberikan kenyamanan bersama dalam melaksanakan ibadah di bulan suci.

Selain itu, gotong royong juga menjadi sarana silaturrahmi masyarakat. Di mana semua kalangan masyarakat di Lamahala semuanya bersaudara," katanya.