Pejabat Pemprov Bengkulu Diultimatum KPK, Diminta Kooperatif saat Dipanggil
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengultimatum pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi Bengkulu untuk kooperatif di hadapan penyidik. Keterangan mereka dibutuhkan untuk mengusut dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi yang menjerat Gubernur Bengkulu nonaktif Rohidin Mersyah.
“KPK mengimbau kepada pejabat-pejabat di lingkungan Pemprov Bengkulu bersikap kooperatif serta menyampaikan keterangan dengan sebenar-benarnya,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika kepada wartawan dalam keterangannya, Minggu, 8 Desember.
Tessa mengatakan pejabat yang berbuat sebaliknya bisa dijerat dugaan perintangan penyidikan atau obstruction of justice yang diatur Pasal 21 UU Tipikor. KPK tak segan menjerat siapapun tanpa melihat latar belakangnya.
Sebab, keterangan para pejabat dibutuhkan untuk membuat terang perkara yang menjerat Rohidin. “Untuk pihak-pihak yang tidak bersikap kooperatif tentu KPK akan mengambil segala tindakan yang patut dan terukur sesuai dengan undang-undang,” tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) di Provinsi Bengkulu pada Sabtu, 23 November dan membawa delapan orang untuk dimintai keterangan. Tiga orang kemudian ditetapkan sebagai tersangka, yakni Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bengkulu Isnan Fajri dan Evrianshah alias Anca yang merupakan Adc Gubernur Bengkulu.
Saat OTT dilakukan, penyidik menemukan uang senilai Rp7 miliar dalam pecahan mata uang rupiah, dolar Amerika Serikat, dan dolar Singapura. Pemerasan dan penerimaan gratifikasi itu disebut untuk membiayai Rohidin yang kembali maju sebagai calon petahana.
Akibat perbuatannya, tiga tersangka ini disangka melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12B dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 KUHP.