Zoom Tawarkan Pembayaran Denda Sebesar Rp285 Miliar Atas Masalah Privasi dan Keamanan

JAKARTA – Dalam gugatan class action yang diajukan pada 2021, terungkap bahwa Zoom berbohong mengenai keamanan perangkatnya. Atas kebohongan tersebut, Zoom dikenakan denda yang cukup besar.

Setelah terungkap bahwa Zoom berbohong, Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC) melakukan penyelidikan lainnya terkait kasus tersebut. Dalam kasus yang sama, Zoom juga diketahui membuat pernyataan yang menyesatkan terkait layanan yang ditawarkan.

Sepertinya, Zoom ingin menyelesaikan masalah ini dengan cepat. Menurut laporan 9to5mac, perusahaan yang mengembangkan platform komunikasi video itu menawarkan pembayaran denda sebesar 18 juta dolar AS (Rp285 miliar) kepada SEC.

Belum diketahui apakah SEC akan menerima tawaran tersebut. Namun, sikap Zoom yang ingin cepat menyelesaikan kasus ini secara tidak langsung membuktikan bahwa keamanan platform mereka tidak begitu baik, sesuai dengan gugatan class action beberapa tahun lalu.

Saat pertama kali rilis pada tahun 2020, Zoom menjanjikan keamanan enkripsi end-to-end (E2EE) di platformnya. Dengan penggunaan sistem keamanan ini, orang-orang seharusnya tidak bisa mendeskripsikan aliran video, kecuali pesertanya.

Selain itu, penggunaan E2EE membuat perusahaan tidak dapat melihat panggilan yang dilakukan di dalam platform, peretas yang mengakses sistem zoom tidak bisa melihat video, dan lembaga pemerintah yang memiliki akses juga tidak bisa melihat video.

Namun, gugatan tersebut mengungkapkan bahwa seluruh klaim tersebut bohong. Zoom memang mengenkripsi sesi komunikasi di platformnya, tetapi tidak menggunakan sistem keamanan E2EE. Dengan begitu, perlindungan Zoom tidak sebaik yang dijanjikan.

Meski perusahaan menyatakan bahwa klaim tersebut tidak benar, Zoom harus membayar ganti rugi kepada seluruh penggunanya. Saat itu, Zoom dikenakan denda sebesar 85 juta dolar AS (Rp1,347 triliun) dan pihak perusahaan sepakat untuk membayarnya.