Gubernur Bengkulu di-OTT, Legislator Golkar Wanti-Wanti KPK: Jangan jadi Alat Politik Jelang Pilkada
JAKARTA - Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Golkar, Ahmad Irawan mewanti-wanti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar jangan menjadi alat politik jelang pelaksanaan Pilkada Serentak 2024.
Hal ini disampaikan Irawan menyoroti kasus penangkapan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah, yang terkena operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Sabtu, 23 November, lalu. Cagub incumbent itu pun ditetapkan sebagai tersangka kasus pemerasan dan gratifikasi.
"Saya berharap KPK sebagai penegak hukum dalam menyikapi dan dalam masa pemilu seperti sekarang untuk bersikap adil, bijaksana dan tidak memihak (imparsial). Jangan menjadi alat politik jelang Pilkada seperti ini," ujar Irawan, Selasa, 26 November.
Irawan mempertanyakan mengapa KPK menangkap Rohidin hanya beberapa hari sebelum pelaksanaan Pilgub Bengkulu. Irawan pun menduga, penangkapan Rohidin jelang pelaksanaan Pilkada pada 27 November mendatang sebagai upaya politisasi.
"Ikut sertanya Pak Rohidin dalam pemilihan kepala daerah dan waktu penetapan tersangkanya jelang pemungutan suara pada tanggal 27 November 2024 kecenderungannya dan kuat dugaan sebagai upaya politisasi," kata Legislator dari Dapil Jawa Timur V itu.
Menurut Irawan, apa yang dilakukan KPK memunculkan praduga bahwa penangkapan KPK dilakukan untuk membatasi ruang gerak pasangan calon, dan membangun persepsi calon terindikasi kasus korupsi. Ia juga menilai OTT KPK melemahkan konsolidasi jelang pemungutan suara yang ujungnya menghendaki Rohidin kalah.
“Pak Rohidin memiliki elektabilitas yang tinggi dan berjarak lebar dengan pesaingnya dalam Pilkada. Coba saja cek elektabilitasnya dalam berbagai survei, sangat jauh,” ungkap Irawan.
“Tentu untuk menahan laju elektabilitas tersebut atau menggagalkannya, berbagai upaya akan dilakukan untuk menggagalkan kemenangan Pak Rohidin,” lanjutnya.
Irawan juga mengingatkan bahwa terdapat kesepakatan antara KPK dan Kejaksaan untuk tidak melakukan tindakan hukum terhadap calon kepala daerah yang sedang menjalani proses pemilihan, kecuali dalam kasus-kasus yang sangat mendesak.
“Meskipun KPK memiliki kewenangan untuk menindak tindak pidana korupsi, timing penangkapan ini bisa menimbulkan persepsi negatif dan kegaduhan di tengah proses Pilkada," sebut Irawan.
Anggota Komisi di DPR yang membidangi urusan Pemerintahan dan Pemilu termasuk Pilkada ini khawatir penangkapan yang dilakukan jelang pencoblosan bisa mempengaruhi stabilitas politik. Irawan pun menilai kepercayaan publik terhadap proses Pilkada dapat tercederai.
"Tindakan KPK ini bisa dianggap sebagai upaya politisasi hukum jika tidak dilakukan dengan transparan dan akuntabel," tuturnya.
Lebih lanjut Irawan menyebut, Rohidin memiliki hak konstitusional di mana yang bersangkutan dapat dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht) sesuai dengan prinsip presumption of innocence.
Baca juga:
- Polda Sumbar Pastikan Polisi Tersangka Penembakan Polisi Diproses Hukum
- Dua Pencuri Burung Kicau Babak Belur Diamuk Massa, Polisi Lepaskan Tembakan Peringatan
- Dituntut Jaksa Bebas, Guru Honorer Supriyani Jalani Tes PPPK di Kendari
- Kapolri Ancam Pecat Aipda WH Bila Terbukti Minta Rp50 Juta di Kasus Guru Honor Supriyani
Irawan juga mengatakan, Rohidin masih memiliki hak mengajukan upaya hukum praperadilan. Oleh karena itu, ia mengimbau kepada masyarakat Bengkulu untuk terus melanjutkan proses Pilkada dengan damai.
"Saya juga mengimbau kepada penyelenggara pemilu (KPU & Bawaslu) untuk terus berpegang teguh pada hukum (rule of law) untuk mewujudkan pemilu yang jujur dan adil," tutup Irawan.