Alexander Marwata Kebanjiran Aduan Pemerasan untuk Danai Petahana Calonkan Diri di Pilkada

JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengaku kebanjiran pesan WhatsApp dari nomor tak dikenal usai menjerat Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah lewat operasi tangkap tangan (OTT) pada Sabtu, 23 November.

Banyak yang mengadukan dugaan pemerasan untuk memenuhi kebutuhan petahana mencalonkan diri di Pilkada 2024.

“Saya setelah kejadian ini mendapat WA dari beberapa nomor yang tidak saya kenal. Dia menyampaikan, ‘pak, ini di daerah tertentu juga sama (terjadi pemerasan, red) bahkan sudah dalam taraf terstruktur, sistematis, dan masif’,” kata Alexander dikutip dari tayangan YouTube KPK RI, Senin, 25 November.

Fenomena ini sebenarnya bukan hal yang baru, Alex bilang. KPK bahkan sudah melakukan kajian bersama lembaga lain dan penyebabnya karena tingginya biaya politik.

“Dari kajian KPK, LIPI dan Kemendagri kan sudah melakukan penghitungan rata-rata berapa sih biaya yang dibutuhkan oleh seorang kepala daerah, tingkat dua itu kalau enggak salah Rp20 sampai Rp30 miliar. Kemudian tingkat provinsi sekitar Rp50 miliar,” jelasnya.

“Itu baru untuk mencalonkan loh, belum tentu menang. Kalau mau menang ya dua atau tiga kali lipat. Konon seperti itu,” tegasnya.

Selain itu, uang juga sering jadi penentu perolehan suara. Tapi, kebanyakan pemberian ini tidak berasal dari kocek pribadi pasangan calon melainkan dari sponsor atau potongan yang berujung pemerasan.

“Termasuk antara lain dengan cara-cara seperti ini kan: dukungan dengan menjanjikan nanti kalau saya menang kamu tetap menjadi kepala dinas dan lain sebagainya, kalau enggak mendukung dan saya menang nanti kamu saya ganti," ungkap Alex.

“Ada semacam pemaksaan, intimidasi terhadap pejabat-pejabat di daerah termasuk pegawainya itu untuk mendukung petahana. Ini yang terjadi,” lanjut dia.

Diberitakan sebelumnya, KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) di Provinsi Bengkulu pada Sabtu, 23 November dan membawa delapan orang untuk dimintai keterangan. Kemudian, tiga orang ditetapkan sebagai tersangka yakni Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bengkulu Isnan Fajri dan Evrianshah alias Anca yang merupakan Adc Gubernur Bengkulu.

Diduga ketiganya melakukan pemerasan dan penerimaan gratifikasi untuk membiayai Rohidin yang maju kembali dalam pemilihan calon gubernur Bengkulu periode 2024-2029. Saat operasi senyap, penyidik menemukan uang senilai Rp7 miliar dalam pecahan mata uang rupiah, dolar Amerika Serikat, dan dolar Singapura.