Respons Hamas soal Perintah Penangkapan ICC: Harus Beri Keadilan terhadap Korban
JAKARTA- Pejabat senior Hamas Basem Naim merespons surat perintah penangkapan terhadap pemimpin Hamas Mohammed Diab Ibrahim Al-Masri yang juga dikenal sebagai Mohammed Deif.
Surat penangkapan yang dikeluarkan pada Kamis, 21 November juga ditujukan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan menteri pertahanan Yoav Gallant.
“Ini merupakan langkah penting menuju keadilan dan memberikan keadilan kepada para korban, namun hal ini tetap merupakan langkah yang terbatas jika tidak didukung oleh semua negara,” katanya dikutip Reuters, Kamis, 21 November.
“Kami menyerukan Pengadilan Kriminal Internasional untuk memperluas cakupan akuntabilitas kepada semua pemimpin kejahatan pendudukan,” kata pernyataan Hamas terpisah.
Dilansir Reuters, ICC mengatakan penerimaan Israel terhadap yurisdiksi pengadilan tidak diperlukan.
Permintaan surat perintah penangkapan, yang diajukan oleh kantor Kejaksaan ICC pada 20 Mei terhadap Netanyahu, Gallant, dan tiga pemimpin Hamas, sebelumnya dilaporkan menghadapi hambatan sistematis dari Israel dan sekutu-sekutunya.
ICC bertindak cepat dalam kasus terkait Ukraina, yaitu mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk enam pejabat Rusia, termasuk Putin, dalam hitungan bulan.
Baca juga:
- Hungaria Bakal Pasang Sistem Pertahanan Udara Dekat Perbatasan Ukraina
- Diserang Roket Hizbullah, Israel Gempur Lebanon, Sementara AS Sibuk Tawarkan Perdamaian
- ICC Keluarkan Surat Perintah Penangkapan Pemimpin Hamas, PM Israel dan Yoav Gallant
- Korban Tewas Serangan Kelompok Bersenjata di Pakistan Bertambah Jadi 38 Orang
Sebaliknya, tidak ada surat perintah penangkapan yang diterbitkan dalam kasus Gaza sejak penyelidikan dimulai pada 2019, sehingga menunjukkan penundaan yang signifikan dan adanya standar ganda.
Penundaan panjang dalam penyelidikan Palestina berasal dari operasi mata-mata Israel yang menargetkan ICC dan para pejabatnya selama sembilan tahun, ditambah dengan pengunduran diri seorang hakim yang menangani kasus tersebut.
Masalah menjadi rumit setelah Inggris menantang yurisdiksi ICC, menyusul tuduhan pelanggaran terhadap Jaksa Karim Khan.