Bawaslu Petakan 25 Indikator TPS di Jabar Rawan Pelanggaran Pilkada, 16 TPS Punya Riwayat Hinaan Agama
JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Jawa Barat (Jabar) telah memetakan 25 indikator potensi tempat pemungutan suara (TPS) yang rawan dengan tujuan mencegah pelanggaran di TPS pada Pilkada 2024.
Dari 25 indikator potensi kerawanan tersebut, detailnya 10 paling banyak terjadi pelanggaran, 10 banyak terjadi, dan lima indikator tidak banyak tetapi perlu diantisipasi.
"Pemetaan kerawanan dilakukan terhadap delapan variabel dan 25 indikator dari 5.957 kelurahan/desa dan 73.862 TPS di 27 kabupaten/kota, yang melaporkan kerawanan TPS di wilayahnya," kata Koordinator Divisi Pencegahan dan Partisipasi Masyarakat Bawaslu Provinsi Jabar Nuryamah di Bandung, Rabu 20 November, disitat Antara.
Pengambilan data TPS rawan ini, kata dia, selama 6 hari, mulai 10 hingga 15 November 2024.
Variabel dan indikator potensi TPS rawan, yakni: pertama, penggunaan hak pilih (DPT yang tidak memenuhi syarat, DPTb, potensi DPK, penyelenggara pemilihan di luar domisili, pemilih disabilitas terdaftar di DPT atau Riwayat PSU/PSSU).
Kedua, keamanan (riwayat kekerasan, intimidasi atau penolakan penyelengaraan pemungutan suara); ketiga, politik uang; keempat, politisasi SARA; kelima, netralitas (penyelenggara pemilihan, ASN, TNI/Polri, kepala desa, dan perangkat desa).
Keenam, logistik (riwayat kerusakan, kekurangan, kelebihan atau keterlambatan); ketujuh, lokasi TPS (sulit dijangkau, rawan konflik, rawan bencana, dekat dengan lembaga pendidikan, pabrik, pertambangan, dekat dengan rumah Paslon atau posko tim kampanye); kedelapan, jaringan listrik dan internet.
Hasilnya, lanjut Nuryamah, 10 indikator potensi TPS rawan paling banyak terjadi di 14.760 TPS. Di tempat pemungutan suara ini terdapat pemilih disabilitas yang terdaftar di DPT di sana.
Berikutnya di 13.413 TPS yang terdapat pemilih DPT sudah tidak memenuhi syarat, di 7.675 TPS yang terdapat pemilih pindahan (DPTb), dan di 3.922 TPS yang terdapat penyelenggara pemilihan yang merupakan pemilih di luar domisili TPS tempatnya bertugas.
Di 1.856 TPS yang terdapat potensi pemilih memenuhi syarat, tetapi tidak terdaftar di DPT (potensi DPK), kemudian di 1.802 TPS yang terdapat kendala jaringan internet di lokasi TPS.
Selanjutnya di 1.402 TPS yang didirikan di wilayah rawan bencana, lalu di 908 TPS yang dekat lembaga pendidikan yang siswanya berpotensi memiliki hak pilih, kemudian di 861 TPS yang berada di dekat rumah pasangan calon atau posko tim kampanye pasangan calon.
"Di 604 TPS yang memiliki riwayat kekurangan atau kelebihan dan bahkan tidak tersedia logistik pemungutan dan penghitungan suara pada saat pemilu," ucapnya.
BACA JUGA:
Untuk 10 indikator potensi rawan, lanjut dia, banyak terjadi di 533 TPS sulit dijangkau (geografis dan cuaca), 288 TPS yang didirikan di wilayah rawan konflik, 285 TPS di dekat wilayah kerja (pertambangan, pabrik), 279 TPS terdapat riwayat praktik pemberian uang atau materi lainnya yang tidak sesuai dengan ketentuan pada masa kampanye di sekitar lokasi TPS.
Selanjutnya di 256 TPS yang terdapat kendala aliran listrik di lokasi TPS, sebanyak 194 TPS memiliki riwayat keterlambatan distribusi logistik pemungutan dan penghitungan suara di TPS (maksimal H-1) pada saat pemilu, tercatat di 191 TPS memiliki riwayat logistik pemungutan dan penghitungan suara mengalami kerusakan di TPS pada saat pemilu.
Sebanyak 177 TPS memiliki riwayat terjadi intimidasi kepada penyelenggara pemilihan, 167 TPS memiliki riwayat terjadi kekerasan di TPS, dan 138 TPS yang terdapat riwayat pemungutan suara ulang (PSU) dan/atau penghitungan surat suara ulang (PSSU).
Ia menyebutkan pula lima indikator potensi TPS rawan yang tidak banyak terjadi, tetapi perlu mengantisipasinya, yaitu 63 TPS di lokasi khusus, 51 TPS yang terdapat petugas KPPS berkampanye untuk pasangan calon, dan 37 TPS yang memiliki riwayat ASN, TNI/Polri, perangkat desa melakukan tindakan atau kegiatan yang menguntungkan atau merugikan pasangan calon.
Tercatat di 16 TPS yang terdapat riwayat praktik menghina atau menghasut di antara pemilih terkait dengan isu agama, suku, ras, dan antargolongan di sekitar lokasi TPS serta tiga TPS yang memiliki riwayat penolakan penyelenggaraan pemungutan suara.