Tepis Tuduhan Campuri Pilpres AS, Kedutaan Besar Rusia: Kami Menghormati Keinginan Rakyat AS

JAKARTA - Kedutaan Besar Rusia di Washington menggambarkan laporan ancaman bom palsu dari domain email Rusia, yang diarahkan ke lokasi pemungutan suara di empat negara bagian medan pertempuran dalam pemilihan Amerika Serikat – Georgia, Michigan, Arizona dan Wisconsin – dan dikatakan sebagai oeprasi campur tangan, sebagai fitnah jahat.

"Kami ingin menekankan bahwa Rusia tidak ikut campur dan tidak akan mencampuri urusan dalam negeri negara lain, termasuk Amerika Serikat," kata kedutaan dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari Al Jazeera 6 November.

"Seperti yang telah berulang kali ditegaskan oleh Presiden Vladimir Putin, kami menghormati keinginan rakyat Amerika," jelas kedutaan, melansir Reuters.

Diberitakan sebelumnya, ancaman bom palsu, yang sebagian besar tampaknya berasal dari domain email Rusia, diarahkan pada Hari Selasa di lokasi pemungutan suara di empat negara bagian medan perang - Georgia, Michigan, Arizona dan Wisconsin - saat pemungutan suara Hari Pemilihan sedang berlangsung, kata FBI.

"Sejauh ini tidak ada ancaman yang dianggap kredibel," kata FBI dalam sebuah pernyataan, seraya menambahkan integritas pemilu merupakan salah satu prioritas tertinggi biro tersebut.

Petahana Wakil Presiden Kamala Harris yang berpasangan dengan Tim Walz dari Partai Demokrat, bersaing dengan Donald Trump dan JD Vance yang diusung Partai Republik dalam Pilpres yang dimulai pada 5 November.

Baik Harris maupun Trump memerlukan minimal 270 suara elektoral dari total 538 suara elektoral yang diperebutkan untuk memenangi kursi Gedung Putih.

Ilustrasi Pemilu AS. (Wikimedia Commons/Phil Roeder)

Dikutip dari The New York Times, Harris diperkirakan telah mengamankan 226 suara elektoral, sedangkan Trump 219 suara elektoral. Harris diperkirakan membutuhkan tambahan 44 suara elektoral, sedangkan Trump membutuhkan 51 suara elektoral jika ingin memenangi kontestasi pemilihan presiden ke-47 Negeri Paman Sam.

Mengutip VOA, jajak pendapat terakhir New York Times/Sienna College menunjukkan, Harris dan Trump bersaing ketat di tujuh negara bagian, dengan margin error hasil jajak pendapat 3,5 persen. Harris unggul tipis Nevada, North Carolina dan Wisconsin. Sedangkan Trump unggul tipis di Arizona. Keduanya bersaing ketat di Michigan, Georgia dan Pennsylvania.

Terpisah, seorang pejabat senior siber AS mengatakan lembaganya tidak melihat adanya insiden signifikan pada Hari Pemilihan ini.

Cait Conley, dari Badan Keamanan Siber dan Infrastruktur AS, mengatakan kepada wartawan, hanya ada sedikit bukti gangguan signifikan terhadap infrastruktur pemilu.

"Saat ini, kami belum melacak insiden signifikan tingkat nasional yang memengaruhi keamanan infrastruktur pemilu kami," kata Conley, yang lembaganya bertanggung jawab untuk melindungi infrastruktur penting Amerika, termasuk infrastruktur pemilu.

Ancaman bom palsu tersebut menandai yang terbaru dari serangkaian contoh dugaan campur tangan Rusia dalam pemilihan 2024.

Pada tanggal 1 November, pejabat intelijen AS memperingatkan aktor Rusia membuat video yang secara keliru menggambarkan warga Haiti memberikan suara secara ilegal di Georgia.

Pejabat intelijen juga menemukan Rusia membuat video palsu terpisah yang secara keliru menuduh seseorang yang terkait dengan pasangan calon presiden Kamala Harris menerima suap dari seorang penghibur.

Pejabat intelijen AS juga menuduh Rusia ikut campur dalam pemilihan presiden AS sebelumnya, khususnya pemilihan tahun 2016 yang dimenangkan Trump melawan kandidat Demokrat Hillary Clinton.

AS kemudian mendakwa 12 perwira intelijen militer Rusia atas dugaan peran mereka dalam mencampuri pemilihan tahun 2016.