Presiden Putin Tegaskan Rusia Berupaya Cegah Perang Besar di Timur Tengah, Syaratnya Solusi Dua Negara
JAKARTA - Presiden Vladimir Putin menegaskan, Rusia tengah berupaya keras untuk mencegah konflik di Timur Tengah meningkat menjadi perang besar, saat upacara penerimaan surat kepercayaan dari duta besar asing di Kremlin Hari Selasa.
"Karena Duta Besar Israel hadir di sini, saya ingin mengatakan bahwa Rusia tengah berupaya keras untuk mencegah konflik Israel-Palestina yang sedang memburuk saat ini meningkat menjadi perang besar di Timur Tengah," tegas Presiden Putin, dilansir dari TASS 6 November.
Ia menambahkan, Rusia yakin satu-satunya cara untuk mengembalikan pihak-pihak yang bertikai ke jalur rekonsiliasi, mencapai penyelesaian yang berkelanjutan dan berjangka panjang adalah melalui kerangka hukum internasional yang diakui secara universal.
Menurut Presiden Putin, syarat utama untuk memulihkan perdamaian di kawasan tersebut adalah penerapan solusi dua negara, sebagaimana diuraikan dalam resolusi Dewan Keamanan dan didukung oleh Majelis Umum PBB.
Pekan lalu, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan, Rusia terus berhubungan dengan semua pihak yang bertikai di Timur Tengah dan akan melakukan apa pun untuk meredakan situasi.
"Rusia terus berhubungan dengan semua pihak yang bertikai. Kami berhubungan dengan Teheran, Israel dan Palestina," katanya.
"Tentu saja, Rusia melakukan segala yang mungkin untuk meminta pihak-pihak tersebut menahan diri, serta memfasilitasi upaya untuk meredakan ketegangan. Kami akan terus melakukannya," lanjut Peskov.
Dalam kesempatan tersebut Peskov menekankan, situasi di kawasan Timur Tengah masih sangat tegang.
"Tentu saja sangat penting untuk mendesak agar menahan diri," serunya.
Terpisah, jumlah warga sipil Palestina yang terbunuh sejak dimulainya agresi Israel tanpa henti di Jalur Gaza pada 7 Oktober 2023, telah melonjak menjadi 43.391 orang, sebagian besar di antaranya adalah anak-anak dan perempuan, sementara sebanyak 102.347 orang lainnya mengalami luka-luka, dikutip dari WAFA.
Sementara itu, ribuan korban masih belum ditemukan, baik yang terkubur di bawah reruntuhan maupun yang tersebar di sepanjang jalan, karena tim penyelamat menghadapi tantangan yang signifikan untuk menjangkau mereka akibat serangan Israel yang terus berlanjut dan banyaknya puing-puing.
Baca juga:
- Harris dan Trump Butuh 270 Suara Elektoral untuk Menangi Pilpres AS, Tapi Hasilnya Bisa Seri 269-269
- Israel hanya Izinkan 30 Truk Bantuan Masuk Gaza Setiap Hari, Kepala UNRWA: Tidak Memenuhi Kebutuhan 2 Juta Orang
- Australia dan India Nilai Hasil Pemilu AS Tidak akan Memengaruhi Kelompok Quad
- Garda Revolusi Iran Klaim Miliki Informasi Akurat Tentang Pertemuan Dinas Intelijen Musuh
Diketahui, situasi di Timur Tengah yang sudah memanas akibat konflik Israel-Palestina di Gaza, bertambah menegang dengan peningkatan eskalasi Israel-Hizbullah di Lebanon selatan.
Terbaru, Israel meluncurkan serangan udara terhadap Iran dengan menyerang sejumlah sasaran pada 26 Oktober.
Itu dikatakan sebagai tanggapan atas serangan yang dilakukan Iran pada 1 Oktober dengan mengirimkan hampir 200 rudal balistik dan jelajah ke Israel, tanggapan tewasnya Kepala Biro Politik Hamas Ismail Haniyeh, Sekjen Hizbullah Hasan Nasrallah serta seorang jenderal senior Garda Revolusi Iran.