Pengaruh Pola Asuh Orang Tua dalam Mengurangi Risiko ADHD pada Anak

YOGYAKARTA – ADHD atau attention deficit hyperactivity disorder, adalah gangguan kurang perhatian dan hiperaktivitas yang kompleks. Banyak faktor yang memengaruhi perkembangannya pada anak. Selain genetika, interaksi gen-lingkungan juga memengaruhi. Menurut psikolog perkembangan anak Heather Henderson, Ph.D., tidak ada satu gaya pola pengasuhan yang dapat mengendalikan ADHD. Tetapi ia mengemukakan tentang gagasan struktur rangka, seperti ketika membangun rumah.

Rumah bisa menjadi kuat saat struktur rangka dibuat dengan tepat. Dengan cara yang sama, pola pengasuhan anak memberikan bantuan, bimbingan, struktur saat anak-anak mempelajari keterampilan baru. Dengan begitu, anak lebih percaya diri, bisa mengatur diri sendiri, dan mengelola perilaku mereka sendiri. Maka tanpa struktur yang kuat, anak bisa berisiko perhatiannya kurang dan hiperaktif.

Ilustrasi pengaruh pola pengasuhan orang tua dalam mengurangi risiko ADHD pada anak (Freepik)

Sebelum menelusur bagaimana pola pengasuhan yang membangun keterampilan anak mengelola perilakunya sendiri, penting mengenali bagaimana faktor yang memengaruhi temperamen anak. Temperamen mengacu sifat bawaan yang berkontribusi pada kepribadian. Ini juga terkait dengan gaya emosional anak-anak dan bagaimana mereka beradaptasi dengan berbagai situasi dan lingkungan. Melansir Parents, Jumat, 1 November, American Academy of Pediatrics menjabarkan sembilan karakteristik utama yang membentuk temperamen anak, antara lain berikut ini:

  1. Tingkat aktivitas, termasuk fisik, gerakan, kegelisahan, ataupun perilaku gelisah yang ditunjukkan anak-anak dalam aktivitas sehari-hari.
  2. Ritmisitas atau keteraturan, mengacu pada seberapa teratur atau tidaknya pola anak-anak untuk berfungsi fisik dasar. Seperti nafsu makan, tidur, dan buang air besar.
  3. Pendekatan dan penarikan, tentang bagaimana anak-anak merespons situasi atau stimulus baru. Termasuk orang, tempat, makanan, dan perubahan rutinitas.
  4. Kemampuan beradaptasi, mengenai seberapa mudah anak-anak menyesuaikan diri dan merespons perubahan atau situasi baru.
  5. Intensitas, termasuk tingkat energi anak dalam merespons situasi, baik positif maupun negatif.
  6. Suasana hati,
  7. Rentang perhatian, mengenai seberapa baik anak-anak mampu berkonsentrasi atau tetap mengerjakan tugas dengan atau tanpa gangguan.
  8. Keteralihan perhatian, mengenai seberapa mudah anak-anak teralihkan perhatiannya dari tugas oleh apa yang terjadi di sekitar mereka.
  9. Ambang sensorik, tentang jumlah rangsangan yang dibutuhkan bagi seorang anak untuk merespons.

Melalui sembilan karakteristik di atas, anak-anak pada umumnya dikategorikan memiliki tiga jenis temperamen. Pertama, temperamen yang santai, aktif, dan positif yang mana menggambarkan anak yang mudah beradaptasi dengan situasi baru dengan sedikit kecemasan. Kedua, temperamen yang lambat dan bersikap hangat. Mereka lebih pendiam, jeli, dan tenang. Mungkin membutuhkan waktu lebih lama untuk beradaptasi dengan situasi baru, tetapi begitu mereka bisa akrab dan nyaman lebih bisa menerima. Ketiga, temperamen yang menantang, mereka sangat aktif dan terkadang meledak-ledak atau intens. Mereka mungkin kesulitan menyesuaikan diri dengan situasi baru.

Untuk gejala ADHD, terdapat tiga jenis. Pertama ADHD yang perhatiannya mudah teralihkan, pelupa, sulit memperhatikan, mengatur, sulit mengikuti instruksi dan percakapan. Kedua, ADHD hiperaktif-impulsif, mereka terlalu banyak bicara, gelisah, dan impulsive. Ketiga, ADHD gabungan dengan gejala kurang memperhatikan dan hiperaktif-impulsif.

Penelitian menunjukkan, kemungkinan ada korelasi antara temperamen anak dan ADHD, terutama pada anak-anak yang perhatiannya kurang dan menunjukkan tingkat aktivitas tinggi dengan reaksi emosional yang intens.

Penelitian yang diterbitkan dalam Research in Child and Adolescent Psychopathology, dilakukan selama hampir 20 tahun yang meneliti hubungan antara temperamen anak, gaya pengasuhan, dan ADHD. Peneliti memulai dari menilai temperamen bayi berusia 4 bulan, dengan fokus pada respons mereka terhadap hal-hal baru. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengamati hasil perkembangan anak-anak dengan profil yang bersemangat dengan melihat perilaku yang dilaporkan oleh orang tua, interaksi orang tua-anak, dan gejala ADHD anak-anak (non-diagnostik) hingga mereka mencapai usia 15 tahun.

Penelitian ini menemukan, anak-anak yang memiliki temperamen berenergi, menantang, dan menunjukkan gejala ADHD, akan lebih ringan dari waktu ke waktu jika orang tua menggunakan pola asuh direktif.

"[Pola asuh] direktif berkorelasi dengan orang tua yang benar-benar mendukung dan memberikan isyarat fisik dan verbal untuk membantu membimbing mereka. Direktif berarti membantu anak saat mereka membutuhkan bantuan dan orang tua berikap sensitif saat anak-anaknya tidak terkendali" kata Henderson.

Seperti yang dijelaskan pada awal penjelasan, bahwa pola pengasuhan terkait dengan risiko ADHD dan temperamen anak. Maka memberikan bantuan, bimbingan, dan struktur besar membentuk perilaku anak membantu anak bisa mengenali cara mengatur diri sendiri serta mengelola perilaku. Orang tua juga perlu  mengukur seberapa pentingnya memberi isyarat baik fisik maupun verbal untuk mengingatkan pentingnya menahan diri, berpikir, serta merenung dan meluangkan waktu sejenak merencanakan apa yang akan anak-anak lakukan.