Temui Presiden Putin, Xi Jinping: Situasi Internasional Kacau, Tapi Persahabatan Tiongkok-Rusia Berlanjut

JAKARTA - Presiden China Xi Jinping mengatakan kepada Presidn Rusia Vladimir Putin, situasi internasional dilanda kekacauan, tetapi kemitraan strategis Beijing dengan Moskow merupakan kekuatan untuk stabilitas di tengah perubahan paling signifikan yang terlihat dalam satu abad, saat keduanya bertemu di Rusia.

"Saat ini, dunia sedang mengalami perubahan yang tak terlihat dalam seratus tahun, situasi internasional terjalin dengan kekacauan," kata Presiden Xi kepada Presiden Putin di Kazan, Rusia, di sela-sela KTT BRICS, melansir Reuters 23 Oktober.

"Tetapi saya sangat yakin bahwa persahabatan antara Tiongkok dan Rusia akan berlanjut selama beberapa generasi, dan tanggung jawab negara-negara besar terhadap rakyatnya tidak akan berubah," sambungnya.

Presiden Xi dan Presiden Putin pada Bulan Mei menjanjikan "era baru" kemitraan antara dua saingan terkuat Amerika Serikat, yang mereka anggap sebagai hegemoni Perang Dingin yang agresif dan menabur kekacauan di seluruh dunia.

Presiden Putin menyebut Presiden Xi sebagai "sahabat karib", mengatakan kemitraan dengan China merupakan kekuatan untuk stabilitas di dunia.

"Kerja sama Rusia-China dalam urusan dunia merupakan salah satu faktor stabilisasi utama di panggung dunia," kata Presiden Putin.

"Kami bermaksud untuk lebih meningkatkan koordinasi di semua platform multilateral guna memastikan keamanan global dan tatanan dunia yang adil," tandasnya.

Adapun Presiden Xi mengatakan, kerja sama dalam kelompok BRICS merupakan "platform terpenting untuk solidaritas dan kerja sama antara negara-negara pasar berkembang dan negara-negara berkembang di dunia saat ini."

Ia mengatakan hal itu merupakan "kekuatan utama dalam mendorong terwujudnya multipolaritas global yang setara dan teratur, serta globalisasi ekonomi yang inklusif dan toleran."

Rusia, yang melancarkan perang melawan pasukan Ukraina yang dipasok NATO, dan Tiongkok yang berada di bawah tekanan dari upaya bersama AS untuk melawan kekuatan militer dan ekonominya yang terus tumbuh, semakin menemukan penyebab geopolitik yang sama.

Rusia dan China, yang menentang anggapan mereka merasa malu akibat runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991 dan dominasi kolonial Eropa selama berabad-abad di China, telah berupaya menggambarkan Barat sebagai negara yang dekaden dan sedang mengalami kemunduran.

Negeri Paman Sam menganggap China sebagai pesaing terbesarnya dan Rusia sebagai ancaman negara-bangsa terbesarnya, dengan Presiden Joe Biden mengatakan demokrasi menghadapi tantangan dari negara-negara otokratis seperti China dan Rusia.