Ambisi Prabowo Ubah Singkong hingga Tebu jadi Sumber Energi Bisa Terhambat Teknologi

JAKARTA - Pakar ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menyoroti pidato Presiden Prabowo Subianto yang menjanjikan Indonesia akan mencapai swasembada energi dalam waktu 4 hingga 5 tahun.

Bahkan sebelum pelantikan, Prabowo sudah menyatakan komitmenya untuk mencapai kedaulatan energi melalui pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) dengan menggunakan sumber daya energi yang tersedia berlimpah.

Adapun dalam sambutannya Prabowo menyebutkan sumber daya energi tersebut berupa kelapa sawit yang bisa menghasilkan solar dan bensin, tanaman lain seperti singkong, tebu, sagu, jagung, dan lain-lain.

"Masalahnya, Indonesia tidak memiliki teknologi untuk mengolah sumber daya energi tersebut menjadi EBT," ujarnya dalam keterangan kepada media yang dikutuip Selasa, 22 Oktober.

Fahmy bilang, sejatinya Pertamina sudah mengusahakan biodiesel, yang merupakan percampuran solar dengan minyak sawit. Dimuilai dengan B-20 meningkat ke B-35, naik menjadi B-40. Pengembangan tersebut salu berhenti lantaran partner usaha Pertamina, ENI, menghentikan kerjasama dengan Pertamina.

Ia juga menyebut, pengembangan biodiesel selain tidak dapat dicapai, program EBT berbasis sawit juga berpotensi bertabrakan dengan program pangan untuk menghasilkan minyak goreng.

"Demikian juga dengan program gasifikasi, yang mengolah batu bara menjadi gas, juga mengalami kegagalan setelah Air Product, partner usaha dari Amerika Serikat hengkang dari Indonesia. Alasannya, gasifikasi dinilai tidak mencapai keekonomian lantaran harga pasar batu bara berfluktuasi," terang Fahmy.

Untuk mendapatkan teknologi yang dibutuhkan dalam mencapai swa-sembada energi, lanjut dia, ada dua upaya yang harus dilakukan pemerintah.

Pertama, menarik investor asing pemilik teknologi untuk bekerja sama dengan perusahaan energi dan BUMN dalam negeri.

Adapun strategi kedua adalah mengembangkan riset dan pengembangan di dalam negeri dengan menggandeng Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan universitas-universitas Indonesia untuk menghasilkan teknologi yang dibutuhkan.

"Upaya itu dibutuhkan komitmen jangka panjang karena R&D membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang besar," imbuh dia.

Ia juga menyebut, komitmen Prabowo untuk mencapai swasembada energi harus ditindak-lanjuti oleh menteri-menteri terkait Kabinet Merah Putih secara konsiten dan berkelanjutan.

"Tanpa upaya serius dan terus menerus, komitmen Prabowo yang disampaikan pada pidato perdana sebagai Presiden untuk mencapai swa-sembada energi tak lebih hanya omon-omon saja," tandas Fahmy.