Menaikkan Gaji Hakim untuk Cegah Korupsi Disebut Terlalu Menyederhanakan Masalah
JAKARTA – Tuntutan ribuan hakim terkait kesejahteraan dan keamanan hakim menjadi sorotan dalam beberapa hari terakhir. Gaji hakim di Indonesia dikabarkan tidak mengalami kenaikan selama 12 tahun.
Setidaknya 1.748 hakim yang tergabung dalam Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) melakukan aksi cuti bersama selama sepekan pada 4-11 Oktober. Gerakan ini merupakan bentuk protes terhadap terabaikannya kesejahteraan khususnya para hakim di Indonesia.
SHI, yang mayoritas terdiri dari hakim yang berada di golongan IIIb ini menuntut perubahan Peraturan Pemerintah No.94 Tahun 2012 yang sudah tidak sesuai dengan beban kerja para hakim sekarang.
Sejak 2012 gaji pokok dan tunjangan hakim di Indonesia tidak mengalami kenaikan, bahkan untuk sekadar menyesuaikan inflasi tahunan. Di Indonesia, nominal take home pay antara hakim agung dan hakim di bawahnya cukup signifikan.
Menurut SHI, hakim agung dapat menerima pendapatan hingga Rp500 juta atau lebih per bulan karena ada Tunjangan Penanganan Perkara. Sementara hakim pengadilan terendah hanya mengantungi take home pay berkisar Rp12 juta sampai Rp14 juta per bulan, tergantung jumah hari masuk untuk uang makan dan transport harian, serta tanpa tujangan tambahan seberapa banyaknya pun perkara yang ditangani.
Beda Jauh dengan Negara Tetangga
Gaji hakim di Indonesia disebut sangat berbeda dibandingkan negara tetangga. Di Malaysia, misalnya, hakim di Pengadilan Tinggi Malaya, Sabah, dan Serawak mendapat gaji Rp87.448.917 per bulan. Itu belum termasuk tambahan seperti tunjangan hibungan belasan juta rupiah dan tunjangan regional sebesar 10 persen dari gaji pokok per bulan.
Di Filipina, hakim di Tingkat Pertama (Municipal Trial Court, Municipal Circuit Trial Court, dan Sharia Circuit Court) mengantungi Rp49.047.602 per bulan. Jika ditambah berbagai benefit, para hakim di Filipina bisa mendapat Rp671.397.047 setiap tahunnya. Sedangkan di India, hakim di Pengadilan Tinggi mendapat gaji Rp47.413.483 per bulan.
Dalam tuntutannya, SHI menyampaikan dengan rata-rata inflasi 4,1 persen setiap tahun, tunjangan jabatan hakim yang layak untuk tahun 2024 adalah 242 persen dari yang berlaku saat ini.
“Ini adalah angka minimal untuk menyesuaikan dengan kondisi ekonomi saat ini,” demikian keterangan SHI.
Pengamat hukum pidana Farizal Pranata Bahri tak menutup fakta bahwa hakim di wilayah atau kabupaten memang memiliki kesejahteraan yang jauh dari layak. Selain itu, mereka juga masih harus dibebani berbagai macam biaya tambahan untuk bertahan hidup.
“Seperti biaya sewa rumah dan transportasi apabila ingin berkunjung balik ke daerah asalnya,” kata Farizal ketika dihubungi VOI.
Di negara lain, seperti Thailand dan Malaysia, hakim juga memperoleh tunjangan komunikasi serta alat komunikasi seperti tab dan telepon genggam yang difasilitasi oleh negara. Malaysia juga memberikan tunjangan rumah lengkap dengan furniture dan maintenance gratis atau sewa rumah senilai hampir Rp10 juta, fasilitas mobil dinas berserta bahan bakar, dan sopir pribadi. Farizal menilai Indonesia perlu meniru apa yang diperoleh hakim-hakim di negara tetangga.
“Kesejahteraan yang dimaksud di sini seperti rumah kediaman yang layak, tunjangan transportasi yang memadai serta uang makanan yang harus ditingkatkan,” imbuhnya.
Baca juga:
- Fenomena Kohabitasi Meningkat di Indonesia, karena Pernikahan Dianggap Rumit
- Tunjangan Perumahan untuk Anggota DPR Tak Masuk Akal dan Melukai Hati Rakyat
- Film Home Sweet Loan Gambaran Fenomena Generasi Sandwich di Indonesia yang Sulit Miliki Rumah
- Keran Ekspor Pasir Laut Dibuka, Pemerintah Makin Jauh dari Semangat Melindungi Lingkungan
Senada, pengamat hukum pidana Universitas Padjadjaran (Unpad) Lies Sulistiani mengatakan, perlu ada solusi yang baik untuk para hakim terkait tuntutan kenaikan gaji dan tunjangan, agar tidak menjadi persoalan yang berkepanjangan. Kondisi ini, menurut Lies, sekaligus menunjukkan bahwa dunia peradilan di Indonesia masih diwarnai banyak persoalan, yang antara lain adalah soal kesejahteraan hakim.
"Oleh karena itu, penting untuk diperhatikan kesejahteraannya, penting juga bagi negara dan seluruh bangsa ini untuk terus menerus menjaga kehormatan dan keluhuran martabat dan perilaku hakim," Lies menjelaskan.
Butuh Perbaikan Sistem
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat dalam rentang tahun 2010-2022 ada 21 hakim yang terjerat kasus suap dan korupsi. Sedangkan pada periode 2022-2024, dua hakim agung juga terjerat kecurangan. Hakim Agung Sudrajad Dimyati telah divonis bersalah karena menerima suap sekitar Rp800 juta. Sedangkan hakim agung Gazalba Saleh kini tengah menjalani persidangan atas dugaan menerima suap sebanyak Rp37 miliar.
Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, September lalu, jaksa penuntut umum menyebut Gazalba mendapat pengahasilan Rp6,2 miliar selama Desember 2017 hingga November 2022.Citra Maulana, pegawai MA yang bersaksi dalam kasus itu, membenarkan angka yang disebut jaksa.
Presiden terpilih periode 2024-2029 Prabowo Subianto mengaku terkejut dengan gaji yang diterima para hakim. Hal ini ia tuturkan lewat sambungan telepon dengan Wakil Ketua DPR sekaligus Ketua Harian Gerindra Sufmi Dasco Ahmad di tengah audiensi pimpinan DPR dengan SHI.
Ia secara tegas menjanjikan kenaikan remunerasi atau gaji para hakim jika sudah dilantik. Prabowo menegaskan, penguatan posisi hakim perlu dilakukan untuk menghilangkan korupsi, sehingga para hakim tidak bisa disogok.
Pernyataan serupa pernah juga diutarakan Prabowo pada Pilpres 2024, dengan menyebut kenaikan gaji, salah satunya untuk hakim, adalah solusi untuk mencegah korupsi, suap, dan nepotisme.
Farizal Pranata Bahri yakin kesejahteraan merupakan kunci utama sebagai salah satu upaya untuk menjauhkan hakim dari perilaku tidak terpuji.
“Untuk itu negara harus menjamin dan menyejahterakan hakim sebagai garda terakhir masyarakat yang mencari keadilan,” tuturnya.
Namun pendapat berbeda diungkap Indonesian Corruption Watch (ICW), menilai gagasan Prabowo terlalu menyederhanakan masalah. Emerson Yuntho, yang saat itu memimpin ICW, menyebut gaji hakim tergolong tinggi, apalagi jika dibandingkan dengan polisi. Dua tahun sebelum Pilpres 2014, gaji hakim memang baru saja naik, lewat pengesahan PP 94/2012. Sebelum 2012, gaji hakim terakhir kali dinaikkan oleh pemerintah pada tahun 2000.
“Gaji sebesar apapun tanpa diimbangi perbaikan sistem, seperti pembinaan dan pengawasan, tidak memberikan dampak apapun," kata Emerson saat itu.