Gejolak Timur Tengah Memanas, Kemenkeu Ungkap APBN Masih Aman

JAKARTA - Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu menjelaskan bahwa Kementerian Keuangan terus mengelola volatilitas dan mengantisipasi berbagai macam risiko ke depannya.

"Kemarin kita sudah berhasil menavigasi kaitannya dengan suku bunga kebijakan di Amerika Serikat, The Fed walaupun ini juga masih ada ketidakpastian tentang bagaimana arahnya dalam beberapa bulan, beberapa kuartal. Kedepan itu harus kita mitigasi," jelasnya kepada wartawan, Jumat, 4 Oktober.

Menurut Febrio konflik yang terjadi di Timur Tengah, yakni antara Iran dan Israel telah diantisipasi oleh pemerintah lantaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 berfungsi sebagai shock absorber untuk menjaga stabilitas perekonomian.

"Makanya APBN kita itu, kita selalu sebut istilahnya shock absorber. Kita punya mekanisme untuk bagaimana kalau terjadi global shock, khususnya yang berdampak bagi masyarakat itu bisa kita redam," tuturnya.

Febrio menyampaikan APBN telah memiliki ketentuan yang sudah ada dan dapat digunakan untuk mengantisipasi dampak yang akan ada dan diperkirakan menjelang akhir tahun APBN 2024 cukup aman.

"Kemarin sempat juga rupiah menguat cukup banyak dan tingkat suku bunga juga mulai turun dan juga harga komoditasnya juga sudah mulai lebih rendah dibandingkan pertengahan tahun kemarin," ujarnya.

Febrio menjelaskan sampai akhir tahun ini untuk pelaksanan APBN 2024 relatif sudah aman. Meski demikian tantangan berikutnya tentu bagaimana mengantisipasi dan mitigasi untuk 2025.

Sebelumnya, Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memperkirakan Rupiah akan kembali mendekati Rp16.000 per dolar AS. Didorong oleh 3 faktor yang mempengaruhinya.

"Dari Eksternal, 1. tensi politik di timur tengah yang terus memanas, 2. perekonomian AS yang terus membaik 3. tensi politik dI AS juga memanas paska pilpres AS," ucapnya.

Sementara faktor internal, Ibrahim menyampaikan faktor internal berasal dari Deflasi yang terus terjadi akibat kelas menengah yang terus turun, membuat daya beli masyarakat menurun.