Danai Rezim Militer, Inggris Jatuhkan Sanksi ke Konglomerat Myanmar
JAKARTA - Inggris menjatuhkan sanksi kepada Myanmar Economis Corporation (MEC), satu dari dua konglomert utama dan induk usaha yang memiliki hubungan erat dengan rezim militer Myanmar.
Sanksi terhadap MEC dijatuhkan, karena terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia yang serius dengan menyediakan dana bagi militer Myanmar, serta hubungannya dengan tokoh-tokoh militer senior.
"Militer Myanmar telah tenggelam ke titik terendah baru dengan pembunuhan sewenang-wenang terhadap orang-orang yang tidak bersalah, termasuk anak-anak," kata Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab, melansir Reuters.
"Tindakan terbaru Inggris menargetkan salah satu aliran pendanaan utama militer dan membebankan biaya lebih lanjut kepada mereka atas pelanggaran hak asasi manusia mereka," tegasnya.
Setidaknya 538 warga sipil telah tewas dalam protes menolak kudeta militer, 141 dari mereka pada hari Sabtu, hari paling berdarah dari kerusuhan, menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP).
Terpisah, merek fesyen asal Inggris, Next pada Kamis 1 April mengumumkan penangguhan pesanan produksi baru dari pabrik di Myanmar, seiring dengan kekerasan yang terus terjadi. Next bergabung dengan berbagai produsen fesyen Eropa yang menangguhkan pesanannya di Myanmar.
Myanmar dikenal secara global karena benang, kain dan produk tekstilnya. Industri garmen merupakan salah satu sumber pekerjaan utama di Negeri Seribu Pagoda tersebut.
"Kami tidak melakukan pemesanan lagi saat ini, itu adalah langkah besar. Kami tidak mengambil banyak produk kami dari Myanmar, tetapi sebagian besar stok yang kami dapatkan dari Myanmar, kami sudah memiliki alternatif untuk stok itu di negara lain," kata CEO Simon Wolfson, yang menyebut Myanmar menyediakan kurang dari 5 persen dari total stok Next.
Pada hari Rabu, Associated British Foods mengatakan bisnis fesyen Primark miliknya menghentikan pesanan di Myanmar, mengikuti langkah serupa dari H&M Swedia, pengecer mode terbesar kedua di dunia dan Grup Benetton Italia.
Sementara, Marks & Spencer Inggris, yang sekitar 3 persen sumber pakaiannya dari Myanmar mengatakan, pihaknya masih melanjutkan pesanan yang telah dipesan, tetapi tengah meninjau pesanan di masa mendatang.
Baca juga:
- Kudeta Myanmar: Parlemen Cabut Konstitusi Buatan Militer, Siap Umumkan Pemerintahan Persatuan
- Karyawannya Kritis Ditembak Rezim Militer Myanmar, Bank Korea Selatan Tutup Kantor di Yangon
- Terungkap, Sejumlah Menteri Kabinet Rezim Militer Myanmar Miliki Hubungan Mesra dengan China
- Dewan Keamanan PBB Bahas Situasi di Myanmar, Rezim Militer Siap Gencatan Senjata
Kudeta Myanmar. Redaksi VOI terus memantau situasi politik di salah satu negara anggota ASEAN itu. Korban dari warga sipil terus berjatuhan. Pembaca bisa mengikuti berita seputar kudeta militer Myanmar dengan mengetuk tautan ini.