Menurut Penelitian, Frekuensi Buang Air Besar Berkaitan dengan Kesehatan Secara Keseluruhan

YOGYAKARTA – Buang air besar selain berkaitan dengan kecukupan makan makanan berserat, kecukupan hidrasi, dan olahraga teratur, menurut penelitian berkaitan dengan kesehatan secara keseluruhan. Penelitian dilakukan Institute for Systems Biology (ISB) dipublikasikan dalam jurnal Cell Reports Medicine, menemukan frekuensi buang air besar dalam sehari atau seminggu dapat memengaruhi mikroba dan risiko penyakit kronis.

Frekuensi buang air besar, memengaruhi semua sistem tubuh, kata profesor Sean Gibbons. Kalau frekuensi buang air besar tidak normal, bisa jadi faktor risiko penting dalam perkembangan penyakit kronis. Penelitian ini juga menemukan, buang air besar setiap hari menandai kesehatan usus yang lebih baik.

Ilustrasi frekuensi buang air besar berkaitan dengan kesehatan secara keseluruhan (Freepik/wayhomestudio)

Penelitian ini mengamati data kesehatan dan gaya hidup lebih dari 1.400 orang dewasa sehat berusia 19-89 tahun. Sebagian besar peserta berkulit putih (89 persen), dan lebih dari setengahnya adalah perempuan. Data penelitian berupa sample darah dan tinja, serta memeriksa laporan frekuensi buang air besar, yang dibagi menjadi empat kelompok. Kelompok antara lain berdasarkan kondisi pencernaan, yaitu sembelit (satu atau dua kali buang air besar setiap minggu), normal-rendah (antara tiga dan enam kali buang air besar setiap minggu), normal-tinggi (satu dan tiga kali buang air besar setiap hari), dan diare (empat atau lebih buang air besar setiap hari).

Setelah semua data terkumpul, tim peneliti mencari hubungan antara frekuensi buang air besar peserta dan faktor-faktor lain, termasuk pilihan gaya hidup, demografi, genetika, kesehatan mikrobioma usus, metabolit darah, dan kimia plasma. Penelitian ini menunjukkan, orang yang lebih muda, wanita, dan memiliki indeks massa tubuh yang lebih rendah, sering buang air besar lebih jarang. Namun peneliti juga menemukan, tanda-tanda buang air besar yang sehat, tidak tergantung pada usia, jenis kelamin, indeks massa tubuh, genetika, dan penanda kesehatan lainnya.

Penelitian ini menunjukkan, bakteri tertentu dalam usus yang memfermentasi serat, dikaitkan dengan mikrobioma usus yang sehat pula. Tanda ini muncul pada orang yang melaporkan buang air besar antara satu dan dua kali sehari. Sementara itu, bakteri yang diketahui memfermentasi protein muncul lebih sering pada peserta yang mengalami sembelit atau diare. Sampel darah dan plasma juga berpengaruh pada frekuensi buang air besar. Pada orang yang jarang buang air besar, menunjukkan tanda-tanda penurunan fungsi ginjal, sementara yang lebih sering buang air besar memiliki penanda gangguan fungsi hati.

"Pada orang yang mengalami sembelit, kami melihat peningkatan racun yang berasal dari mikroba dalam darah, yang diketahui merusak ginjal pada pasien penyakit ginjal kronis. Salah satu racun ini, indoksil sulfat, juga dikaitkan dengan penurunan fungsi ginjal pada orang yang sehat ini. Pada orang yang mengalami diare, kami melihat peningkatan penanda peradangan dan penanda fungsi hati yang buruk," jelas profesor Gibbons dilansir Health, Minggu, 29 September.

Hubungan antara buang air besar dan penyakit kronis, bukan hubungan kausal, tambah Gibbons. Namun menunjukkan adanya perubahan yang disebabkan tubuh yagn meningkatkan risiko terhadap perkembangan berbagai penyakit krois terkait penuaan. Mengacu dari penelitian ini, penting bagi Anda memprioritaskan kesehatan pencernaan dan usus untuk mengurangi perkembangan penyakit kronis dan meningkatkan kesehatan secara keseluruhan.