Pejabat AS Sebut Kapal Selam Bertenaga Nuklir China Tenggelam di Dermaga

JAKARTA - Kapal selam serang bertenaga nuklir terbaru China tenggelam awal tahun ini, kata seorang pejabat senior pertahanan Amerika Serikat pada Hari Kamis.

Seorang pejabat senior pertahanan AS yang berbicara dengan syarat anonim mengatakan, kapal selam serang bertenaga nuklir pertama di kelasnya milik China tenggelam di samping dermaga antara Bulan Mei dan Juni.

Pejabat tersebut mengatakan tidak jelas apa yang menyebabkan kapal tenggelam atau apakah ada tidaknya bahan bakar nuklir di dalamnya saat itu.

"Selain pertanyaan yang jelas tentang standar pelatihan dan kualitas peralatan, insiden tersebut menimbulkan pertanyaan yang lebih dalam tentang akuntabilitas internal PLA dan pengawasan industri pertahanan Tiongkok yang telah lama dirundung korupsi," kata pejabat itu, menggunakan akronim untuk Tentara Pembebasan Rakyat, melansir Reuters 27 September.

"Tidak mengherankan bahwa Angkatan Laut PLA akan mencoba menyembunyikan" tenggelamnya kapal itu, pejabat itu menambahkan.

Terpisah, seorang juru bicara kedutaan besar China di Washington mengatakan mereka tidak memiliki informasi untuk diberikan.

"Kami tidak mengetahui situasi yang Anda sebutkan dan saat ini tidak memiliki informasi untuk diberikan," kata pejabat China tersebut.

Berita kapal selam Tiongkok pertama kali dilaporkan oleh Wall Street Journal.

Serangkaian gambar satelit dari Planet Labs dari bulan Juni tampaknya menunjukkan derek di galangan Kapal Wuchang, tempat kapal selam itu akan berlabuh.

Diketahui, China saat ini memiliki angkatan laut terbesar di dunia, dengan lebih dari 370 kapal dan telah mulai memproduksi kapal selam bersenjata nuklir generasi baru.

Pada tahun 2022, Negeri Tirai Bambu memiliki enam kapal selam rudal balistik bertenaga nuklir, enam kapal selam serang bertenaga nuklir, dan 48 kapal selam serang bertenaga diesel, menurut laporan Pentagon tentang militer Tiongkok.

Kekuatan kapal selam itu diperkirakan akan bertambah menjadi 65 pada tahun 2025 dan 80 pada tahun 2035, kata Departemen Pertahanan Amerika Serikat.