BAB Cair tapi Tidak Diare? Apa Penyebabnya, Simak Penjelasan Berikut

YOGYAKARTA - Diare menjadi masalah yang biasanya dialami oleh kebanyakan masyarakat Indonesia. Diare bisa dicirikan dengan frekuensi buang air besar (BAB) yang meningkat, dan juga feses (kotoran) yang cair. Walaupun demikian, ternyata BAB cair tidak selalu menjadi tanda diare. Ada beberapa masalah pencernaan lainnya yang juga ditandai dengan BAB cair tapi tidak diare.

Perbedaan Diare Biasa dan BAB Cair yang Harus Diwaspadai

Sebelum mengetahui apa saja penyebab BAB cair selain diare biasa, penting juga untuk mengetahui terlebih dahulu perbedaan diare biasa dan BAB cair yang perlu Anda waspadai. Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), diare terjadi ketika frekuensi buang air besar cair mencapai tiga kali atau lebih dalam sehari, atau frekuensi BAB lebih sering dari biasanya.

Namun, frekuensi BAB yang lebih dari tiga kali, tapi feses masih padat tidak dapat dikatakan sebagai gejala diare. Feses bayi menyusui yang cenderung lembek juga bukan termasuk serangan diare.

Penyebab diare sendiri yaitu infeksi bakteri, virus, dan organisme parasit di dalam sistem pencernaan kita. Penyebarannya dapat melalui air yang terkontaminasi oleh feses, atau makanan yang kebersihannya kurang terjaga. Bakteri yang umumnya menimbulkan diare antara lain Escherichia coli, Campylobacter, Salmonella, and Shigella.

Sementara itu, kondisi BAB cair umumnya diikuti oleh gejala lain, misalnya sakit perut, mual, hingga muntah-muntah pada kasus tertentu. Jika Anda mengalami gejala tersebut, belum tentu Anda terserang diare biasa.

Ilustrasi. (Pixabay)

Penyebab BAB Cair tapi Tidak Diare

Selain sebagai tanda diare, BAB cair juga menjadi gejala atau akibat dari kondisi di bawah ini.

Intoleransi Laktosa

Intoleransi laktosa merupakan masalah pencernaan yang dikarenakan ketidakmampuan tubuh untuk mencerna laktosa karena kekurangan enzim laktase. Enzim laktase sendiri diproduksi oleh sel-sel usus halus yang dinamakan enterosit. Seseorang yang mempunyai intoleransi laktosa akan mengeluarkan BAB cair ketika mengonsumsi makanan yang memiliki laktosa, misalnya susu sapi dan produk turunannya.

Hipertiroidisme

Hipertiroidisme merupakan kondisi ketika seseorang mempunyai kadar hormon tiroid yang tinggi dalam tubuh, sehingga berpengaruh terhadap metabolisme tubuh. Metabolisme tubuh makin cepat karena tingginya hormon tiroid. Kondisi ini dapat berpengaruh pada sistem pencernaan dan menimbulkan BAB cair.

Efek Samping Obat

Terkadang obat menimbulkan efek samping diare. Namun, diare ini bukanlah diare biasa yang diakibatkan oleh bakteri, tetapi sebagai efek samping dari obat yang sedang dikonsumsi. Beberapa jenis obat yang memicu diare yaitu antasida yang mengandung magnesium, atau lebih dikenal sebagai obat maag. Antibiotik tertentu, misalnya antibiotik golongan penisilin, cephalosporin dan fluorokuinolon juga memicu efek samping diare. Bahkan, pengobatan kanker juga ada yang menimbulkan diare.

Irritable Bowel Syndrome (IBS)

BAB cair dengan frekuensi tinggi juga dapat menjadi salah satu gejala dari Irritable Bowel Syndrome atau IBS. IBS merupakan penyakit pencernaan jangka panjang yang menyerang sistem kerja otot usus besar. Usus besar sendiri berguna untuk menyerap air dari sisa makanan yang tidak dapat dicerna usus halus. Ia juga berkontraksi untuk mengeluarkan sisa makanan tersebut.

Pengidap IBS mempunyai kontraksi otot usus besar yang tidak normal. Ada dua kemungkinan, kemungkinan pertama, kontraksi otot besar terlalu lambat atau lemah, sehingga pengidap IBS kerap mengalami sembelit atau konstipasi. Kemungkinan lainnya, frekuensi kontraksi otot terlalu sering dan menimbulkan diare.

Jika Anda mengalami diare, sebaiknya perhatikan lebih jauh gejalanya, sebab kondisi tersebut bisa jadi sebagai tanda diare yang ditimbulkan oleh masalah kesehatan lain. Contohnya intoleransi laktosa hingga Irritable Bowel Syndrome (IBS) yang menyerang kinerja otot usus besar.

Demikianlah ulasan tentang BAB cair tapi tidak diare. Kunjungi VOI.id untuk mendapatkan informasi menarik lainnya.