Penasihat Presiden Ukraina Sebut 60 Persen Komponen Asing Senjata Rusia di Medan Perang Berasal dari China
JAKARTA - Sekitar 60 persen komponen asing yang ditemukan dalam senjata Rusia di medan perang di Ukraina berasal dari Tiongkok, demikian ungkap Penasihat Presiden Ukraina Vladyslav Vlasiuk pada Hari Selasa.
"Jika Anda mengambil semua jenis senjata yang biasa digunakan dan menghitung komponen buatan luar negeri, sekitar 60 persen berasal dari China. Kami telah melakukan diskusi panjang dengan beberapa produsen mengenai hal ini," kata Vlasiuk, melansir Reuters 24 September.
"RRT (China) adalah masalah terbesar menurut saya," lanjutnya.
Vlasiuk mengatakan, suku cadang penting yang digunakan dalam pengintaian, drone hingga rudal juga berasal dari Amerika Serikat, Belanda, Jepang dan Swiss, di antara negara-negara barat lainnya.
Meskipun ada hubungan perdagangan yang kuat antara Rusia dan China, Beijing telah berulang kali membantah memasok persenjataan kepada pihak manapun dan mengatakan mereka tidak terlibat dalam krisis Ukraina.
Rusia sendiri memulai invasi skala penuh ke Ukraina pada tahun 2022. Meskipun ada sanksi besar dari Barat, Moskow telah mampu mengisi mesin militernya dengan microchip dan semikonduktor Barat.
Uni Eropa dapat berbuat lebih banyak untuk menghentikan aliran produk Barat, kata Vlasiuk, termasuk mengambil tindakan terhadap perusahaan nuklir Rusia, Rosatom.
"Rosatom kami yakin mereka (Rusia) telah menggunakan jaringannya untuk memasok tentara Rusia," katanya.
Baca juga:
- AS Tambah Pasukannya di Timur Tengah: Lindungi Personel dan Cegah Aktor Regional Perluas Konflik?
- Amerika Serikat Berupaya Cegah Eskalasi saat Israel-Hizbullah Terus Saling Serang
- Moskow Tegaskan Tidak akan Gelar Uji Coba Nuklir Jika Amerika Serikat Menahan Diri
- Presiden Iran Pezeshkian: Kami Tidak Menginginkan Perang, Israel Berusaha Ciptakan Konflik
Diketahui, negara-negara Eropa enggan untuk mengambil tindakan apapun karena dominasi Rusia dalam memasok pembangkit nuklir.
Blok ini juga dapat menargetkan logistik Rusia, seperti bandara dan pelabuhan, serta lembaga-lembaga keuangan yang memfasilitasi penjualan, katanya.
Vlasiuk juga menunjuk pada paket sanksi AS di bidang TI, yang menurutnya sangat efektif setelah mulai berlaku awal bulan ini.