Mendag Zulhas Sebut Penyebab PMI Manufaktur Indonesia Turun karena Impor Ilegal dan Pabrik Tua
TANGERANG - Menteri Pedagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengakui bahwa purchasing managers’ index (PMI) manufaktur Indonesia mengalami penurunan. Salah satu penyebabnya karena kegiatan impor ilegal masih marak di tanah air.
Pria yang akrab disapa Zulhas ini mengatakan selain karena kegiatan impor ilegal, penyebab PMI manufaktur Indonesia menurun juga karena pabrik-pabrik sudah tidak kompetitif lagi.
“Ya banyak hal, salah satu saja (impor ilegal). Jadi kalau manufaktur itu macam-macam sebabnya, ada yang mesinnya tua, sudah mulai tidak kompetitif,” katanya saat ditemui di Kawasan Industri Jatake,Kota Tangerang, Banten, Senin, 22 September.
Zulhas mengatakan perpindahan pabrik dari satu daerah ke daerah lain juga menjadi faktor lain melemahnya PMI manufaktur Indonesia.
Lebih lanjut, Zulhas pun mengungkapkan alasan pabrik-pabrik berpindah dari Jawa Barat dan Banten ke wilayah Jawa Tengah. Perpindahan ini karena biaya jauh lebih murah.
“Ada juga yang pindah, yang Tangerang ini juga banyak yang pindah Pak. Jadi tutup sebetulnya belum tentu tutup, pindah, banyak yang pindah ke Jawa Tengah. Karena Jawa Tengah lebih murah, kemudian tenaga kerjanya itu orangnya Jawa Tengah kan tahu sendiri, tenang,” ucapnya.
“Serikat pekerjanya itu dalam satu industri yang punya 20.000 pegawai cuma satu, kadang-kadang malah nggak bikin mereka, jadi suasana pekerjaan lebih kondusif. Di sini katanya, di sini, kawarang, itu satu industri serikat pekerjanya bisa 10, bisa 11 itu juga,” sambungnya.
Baca juga:
Kementerian Perdagangan, sambung Zulhas, sudah berupaya membendung barang-barang impor ilegal dengan menetapkan peraturan impor yang sebelumnya post border menjadi border. Namun, aturan tersebut juga ternyata masih memiliki kelemahan.
“Kalau dulu kan post border jadi orang boleh masuk barang masuk ke toko-toko nanti Kemendag baru ngecek belakangan. Itu lebih sulit lagi, sekarang ubah jadi border lagi, tapi itu pun masih ada kelemahannya kadang-kadang dokumennya tidak sesuai dengan apa yang diisi,” tuturnya.
“Ada juga misalnya satu kontainer ada juga sesuai juga ada, barangnya sesuai tapi volumenya enggak sesuai. Misalnya isinya 100.000 gitu ya di catatan, tapi kenyataannya isinya bisa 500.000 gitu bisa juga,” sambungnya.