Sektor Manufaktur RI Diklaim Tetap Tangguh meski Diterpa Segudang Masalah, Ini Buktinya
JAKARTA - Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, sektor manufaktur nasional tetap tangguh meskipun terus diterpa masalah selama lima tahun terakhir.
"Meskipun dalam lima tahun terakhir ini sektor manufaktur nasional banyak diterpa (masalah), banyak menghadapi challenge dan tantangan yang luar biasa. Bukan hanya berat, tapi sangat berat. Mulai dari pandemi kemudian juga berbagai macam krisis, masalah geopolitik dan lain sebagainya," ujar Menperin Agus dalam sambutannya pada Acara Annual Indonesia Green Industry Summit (AIGIS) ke-1 Tahun 2024 di Jakarta, Kamis, 19 September.
Meski begitu, berkat kerja sama antara pemerintah, para pelaku usaha, asosiasi dan lain sebagainya, kata Agus, Indonesia berhasil membuktikan bahwa sektor manufaktur nasional sangat tangguh dan resiliensi.
Hal tersebut dibuktikan dengan data World Bank pada 2023, yang mana Indonesia berhasil masuk di posisi ke-12 Top Manufacturing Countries by Value Added di dunia, dengan nilai Manufacturing Value Added (MVA) sebesar mencapai 255 miliar dolar AS.
Posisi Indonesia itu menggungguli jauh dibandingkan negara Asean lainnya, seperti Thailand dan Vietnam yang nilai MVA-nya hanya setengah dari nilai MVA Indonesia.
Agus menyebut, capaian tersebut karena struktur manufaktur yang dimiliki RI sudah jauh lebih dalam dan tersebar merata.
Baca juga:
Sehingga memiliki nilai tambah (value added) yang besar daripada negara-negara pesaing lainnya di Asean atau dunia.
"Dan selama lima tahun terakhir, 2019 sampai 2023 nilai MVA manufacturing value added Indonesia terus menunjukkan peningkatan dengan tren rata-rata sebesar 4,47 persen," katanya.
Menurut Agus, melalui tren MVA yang dicatatkan oleh Indonesia telah membuktikan sektor manufaktur Indonesia di atas Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Korea Selatan, Prancis dan Inggris.
"Ini data dari World Bank, bukan dari Kemenperin," pungkasnya.