Cencora Hadapi Kritik Usai Bayar Tebusan Rp1,15 Triliun dalam Bitcoin Akibat Serangan Siber
JAKARTA - Perusahaan layanan kesehatan Cencora terpaksa membayar tebusan sebesar 75 juta Dolar AS (sekitar Rp1,15 triliun) dalam bentuk Bitcoin (BTC) kepada kelompok peretas. Pembayaran ini dilakukan setelah serangan siber yang berhasil mencuri informasi penting dari sistem perusahaan tersebut. Keputusan ini memicu berbagai reaksi dari komunitas kripto dan keamanan siber, yang mempertanyakan langkah Cencora dalam menangani insiden ini.
Laporan dari Bloomberg mengungkap bahwa para peretas yang menyerang Cencora menerima tebusan dalam bentuk Bitcoin pada Maret 2024, meski nilai awal yang diminta mencapai 150 juta Dolar AS (Rp2,2 triliun). Jumlah yang akhirnya dibayarkan sebesar 75 juta (Rp1,15 triliun) diselesaikan dalam tiga tahap, dengan pemberitahuan kepada individu yang terdampak baru dilakukan pada Mei.
Analis on-chain, ZackXBT, mengungkap detail lebih lanjut tentang pembayaran tebusan ini di media sosial X (sebelumnya Twitter). Dia menunjukkan bahwa transaksi-transaksi Bitcoin yang dilakukan Cencora terhubung dengan grup ransomware Dark Angel. ZackXBT juga memaparkan data transaksi yang dilakukan pada Maret 2024:
- 296,5 BTC – 7 Maret 2024 pukul 10:04 malam UTC
- 408 BTC – 8 Maret 2024 pukul 7:45 malam UTC
- 387 BTC – 8 Maret 2024 pukul 9:39 malam UTC
Setelah rincian transaksi tersebut diungkap, beberapa pengguna kripto mendesak untuk melacak dompet digital para peretas dan mencoba memulihkan dana tersebut. Mengingat sifat blockchain yang transparan, mereka merasa pelacakan para pelaku kriminal seharusnya mungkin dilakukan. Namun, di sisi lain, kelompok ransomware kerap menggunakan metode pencucian uang yang canggih untuk menyamarkan jejak dana.
Sebagian pihak juga mengkritik keputusan Cencora membayar tebusan, menyarankan bahwa dana sebesar 75 juta Dolar AS (Rp1,15 triliun) lebih baik digunakan untuk memperkuat keamanan siber perusahaan, alih-alih menyerah pada tuntutan peretas.
Meskipun insiden yang menimpa Cencora bukanlah penipuan platform kripto, kasus ini menyoroti bagaimana aset digital sering digunakan oleh kelompok kriminal untuk memindahkan uang hasil kejahatan. Fenomena ini mendapat perhatian dari banyak otoritas global. Bahkan, baru-baru ini, Komisi Perdagangan Berjangka Komoditas AS (CFTC) mengumumkan kerja sama global untuk memerangi penipuan kripto dan masalah terkait lainnya.