Studi: Masih Butuh Ratusan Tahun untuk Wujudkan Kesetaraan Gender Global
JAKARTA - World Economic Forum (WEF) merilis Global Gender Gap Report 2021. Laporan itu menggambarkan jalan berat mencapai kesetaraan gender global yang sejati. Butuh 136 tahun, tertulis dalam laporan.
Angka itu juga menunjukkan kemunduran. Dalam laporan sebelumnya, WEF memerkirakan capaian kesetaraan gender global dalam waktu satu abad alias seratus tahun. Ada empat indikator yang digunakan WEF untuk menghitung prediksinya, yakni partisipasi dan kesempatan ekonomi, pendidikan, kesehatan, hingga pemberdayaan politik.
Data Global Gender Gap Report 2021 menunjukkan peningkatan signifikan dalam kesenjangan di sisi pemberdayaan politik. Sementara, partisipasi ekonomi tercatat mengalami perbaikan, meski tak signifikan.
Direktur Pelaksana WEF Saadia Zahidi menulis dalam laporan: Kami harap laporan ini bisa menjadi panggilan bagi para pembuat kebijakan agar membuat kesetaraan gender sebagai tujuan utama dari kebijakan dan praktik-praktik yang mendukung proses pemulihan pascapandemi, untuk kepentingan ekonomi dan masyarakat kita.
Ada perbaikan meski masih jauh
Meski ada perbaikan, kesetaraan gender di bidang ekonomi ini pun sejatinya masih jauh. WEF memerkirakan kesetaraan gender di bidang ekonomi baru bisa tercapai sepenuhnya dalam waktu 268 tahun.
Dan WEF memberi catatan, bahwa situasi sesungguhnya bisa jadi lebih buruk karena Global Gender Gap Report 2021 tak menunjukkan dampak pandemi secara keseluruhan. "Kemajuan untuk menciptakan kesetaraan gender terhenti di beberapa ekonomi dan industri besar."
"Hal tersebut terjadi lantaran sebagian perempuan lebih banyak bekerja di sektor-sektor yang terdampak pandemi lebih besar dan di sisi lain mengalami tekanan untuk melakukan pekerjaan rumah," WEF.
Terkait keberadaan perempuan di dunia profesional, Global Gender Gap Report 2021 sejatinya sudah menunjukkan peningkatan. Ada pertumbuhan proporsi perempuan di lingkungan profesional.
Namun, WEF juga mendapati tingginya kesenjangan pendapatan dan jumlah perempuan di level manajerial. Laporan juga mencatat perempuan lebih banyak kehilangan pekerjaan di posisi-posisi tinggi ketimbang laki-laki.
Lebih lanjut, perempuan juga diketahui lebih lambat mendapat pekerjaan kembali dibanding laki-laki. Pandemi jadi lebih berat bagi perempuan jika merujuk laporan ini.
Beban pandemi perempuan
Laporan ini juga menyoroti beban tambahan yang harus ditopang perempuan di masa pandemi. Beban yang dimaksud termasuk bagaimana perempuan dibebankan tanggung jawab lebih besar untuk merawat anak, termasuk mengawal mereka menjalani sekolah online.
Selain itu para perempuan juga diharuskan melakukan berbagai pekerjaan rumah. Hal itu diyakini akan meningkatkan stres, yang mengakibatkan produktivitas para perempuan menurun.
Di sisi positif, pandemi COVID-19 juga mengakselerasi adopsi otomasi dan digitalisasi. Sisi positif yang tak berarti tanpa masalah. Adopsi otomasi dan digitalisasi itu meningkatkan potensi distrupsi oleh komputasi hingga kecerdasan buatan (arfiticial inteligence) buat para perempuan.
"Perempuan tidak cukup memiliki representasi dalam peran-peran yang saat ini berkembang sangat pesat, artinya kita memiliki masalah yang lebih bisa dalam hal representasi gender seiring kita bangkit dari pandemi," ujar Head of Global Public Policy LinkedIn Sue Duke, dikutip CNN.
*Baca Informasi lain soal KESETARAAN GENDER atau baca tulisan menarik lain dari Yudhistira Mahabharata.
BERNAS Lainnya
Baca juga:
- Tolak Retorika yang Menstigma Negara China, Selebritas Kompak Boikot Fast Fashion
- Politikus Asia-Amerika Bungkam Asian Hate dengan Luka Perang di Dadanya
- Pukulan Tinju Mike Tyson Setara Ditabrak Vespa dan Ditembak 13 Senjata, Bagaimana Ia Berlatih?
- Keuangan Vatikan Merosot hingga Paus Harus Potong Gaji Para Kardinal