Diduga Terima Aliran Uang Tambang Batu Bara dari Rita Widyasari, KPK Periksa Tan Paulin
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut keterkaitan Direktur Utama PT Sentosa Laju Energy, Tan Paulin dalam dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat eks Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari terus diusut. Diduga pengusaha itu menerima aliran duit yang berasal dari perusahaan yang mengurus izin pertambangan.
“Uang tersebut mengalir ke beberapa orang, perusahaan di antaranya saudara TP,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan yang dikutip pada Kamis, 19 September.
Adapun estimasi uang yang diterima Rita dari pengusaha batu bara, sambung Asep, mencapai 3,3 dolar Amerika Serikat sampai 5 dolar per metrik ton setiap eksplorasi dilakukan.
“Makanya karena kita sedang menangani saudara RW ini (dalam kasus, red) TPPU, kita mencari ke mana sih uang dari situ gitu. Dari saudari RW, ya, salah satunya ke TP,” tegasnya.
Alasan inilah yang membuat KPK beberapa waktu lalu memanggil Tan Paulin dalam kasus pencucian uang Rita Widyasari. Asep bilang penyidik pastinya mendalami sejumlah hal, termasuk aliran duit yang diduga masuk ke kantong pengusaha tambang tersebut.
“Pasti kita konfirmasi, tanyakan, uang ini statusnya apa. Apakah ada perjanjian kerja sama, jual beli atau masalah apa, misalnya, beli barang dari Bu TP. Nah, uangnya dari sana kan (perusahaan tambang, red),” ujarnya.
“Itu yang kita konfirmasi termasuk ke beberapa orang termasuk, bukan hanya Bu TP saja,” sambung Asep.
Diberitakan sebelumnya, Rita Widyasari ditetapkan sebagai tersangka bersama Komisaris PT Media Bangun Bersama, Khairudin pada 16 Januari 2018. Keduanya diduga mencuci uang dari hasil gratifikasi proyek dan perizinan di Pemprov Kutai Kartanegara senilai Rp436 miliar.
Baca juga:
Rita saat ini menjadi penghuni Lapas Perempuan Pondok Bambu, Jakarta Timur karena terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp110,7 miliar dan suap hingga Rp6 miliar dari para pemohon izin dan rekanan proyek. Ia harus menjalani hukuman 10 tahun penjara yang dijatuhkan Pengadilan Tipikor Jakarta pada 6 Juli 2018.
Dalam kasus pencucian uang ini, komisi antirasuah telah menyita ratusan kendaraan terdiri dari mobil dan motor hingga uang mencapai miliaran rupiah. Upaya paksa dilakukan setelah penyidik menggeledah sembilan kantor dan 19 rumah termasuk milik pengusaha batu bara dari Kalimantan Timur, Said Amin.